Medsos mempertemukan saya dengan banyak teman masa kecil yang telah terpisah puluhan tahun. Tiap kita punya jalan hidup yang sudah kita jalani sendiri-sendiri. Kisah itu menjadi menarik setelah kita bertemu kembali, berbincang kembali. Paling tidak ada dua teman yang kemudian menimbulkan tanya seperti judul itu.
Teman yang satu tinggal di Jakarta, bekerja di sebuah perusahaan biskuit ternama. Bukan karirnya yang membuat saya terpana, tapi bahwa dia kini beristri tiga. bukan sekali dua kali saya berbincang dengan dia per telpon atau WA. Dulu kita pernah akrab, mencari ikan bersama di sungai di dekat rumahnya, kadang mancing, kadang juga dengan racun yang namanya “sangkali”. Kita mulai berpisah saat kita berbeda SMA negeri. Awalnya saya berpikir tiga istri itu menarik dan hebat, namun hidup memang selalu punya sisi yang yang tak terlihat di permukaan. Tiga istri dan enam anak memang benar-benar jadi beban buat dia. “Lu bisa bayangkan dewe, berapa sih gaji gua yang bukan sarjana ini” Berat sekali. Diapun mendaftarkan diri di taksi online di luar jam kerjanya. Semua dijalaninya dengan semangat. Tidak pernah mengeluh, selalu bilang kalau Tuhan itu baik dan selalu ada berkat dan rejeki buat dia sekeluarga. Perbincangan kita terasa tulus, sama seperti waktu kita anak-anak dulu. “Suatu sore anak gua minta uang 500 ribu buat dibawa ke sekolah, gua pas gak punya uang sama sekali. Gua cuma jawab ya. Sore pulang kerja gua ngGrab. kearah Bandung untuk cari penumpang yang mau kerja di Jakarta pagi hari. Tapi gak ada penumpang blas. Sampai subuh belum dapet duit. Yah pasrah wes. Berhenti di tempat peristirahatan. eh, ada yang nyamperin, minta anter ke Jakarta. Pas dapet duit. Paginya bisa ngasih anak utk bayar ke sekolahnya.” “Tuhan itu baik, selalu ada rejeki tepat waktu” Dia memang mualaf, tapi kesaksiannya menceritakan bagaimana Tuhan itu selalu baik buat dia. Persis kayak kesaksian yang saya dengar di persekutuan kita.
Teman kedua sedikit lebih tua dari saya, dulu kita satu SD, satu SMP dan satu SMA walaupun tidak pernah sekalipun kita sekelas. Kita dulu pelayanan bersama, dia ketua KPR. Rajin baca alkitab, rajin pelayanan. sampai puluhan tahun kita berpisah. dia kuliah di Malang. Saat saya bertemu kembali dengan dia, semuanya serba berubah. Di rumah yang bergaya etnik madura itu, sudah terlihat nuansanya. Dia bercerta banyak tentang segala yang ada disana. Juga tentang Pohon Bodi, pohon yang pernah menaungi Sidharta bersemedi. Ada banyak patung dan simbol-simbol religi yang juga saya kagumi keindahannya. Tidak pernah sekalipun saya bertanya alasan dia meninggalkan kekeristenannya. Pernah ada teman lain yang bilang, itu karena dia mau berbakti dan menghormati mamanya dengan sangat baik. Tapi mamanya tetap ke gereja kita dulu. Kita akrab sekali, karena kita memang akrab baik secara pribadi maupun keluarga. Dia pernah minta saya sekeluarga datang untuk makan bersama di peternakannya yang lebih dari enam hektar itu. Beberapa hari yang lalu dia menelpon minta tolong membuatkan mesin alat bantu peternakannya. Setelah berdiskusi lama dan dia cocok dengan biaya yang saya sodorkan, saya merasa perlu untuk meninjau dan mengukur apa-apa yang dimauinya. Saya datang. Selesai berbindang tentang mesin itu, kita duduk di “Lencak”, dipan kayu di dekat pintu gerbang peternakannya, ngobrol. Satu setengah tahun dia hidup tanpa penghasilan. Kandangnya kosong, entah kenapa, saya tidak berani bertanya. Dulu memang saya lihat puluhan ribu atau ratusan ribu ekor bebek di sana. Dia gak bisa bayar hutang. Baru bebrapa hari yang lalu dia bisa panen lagi dan bayar semua hutangnya. “Tuhan itu baik, gua minta berkat buat bayar utang, ternyata memang dikasih sama Tuhan. Gua itu sudah menganggap Tuhan itu bukan yang jauh disana, tapi selalu dekat untuk bisa diajak omong-omongan dengan enak. Burung di udara dan rumput di padang aja dipelihara, masak kita tidak?” Glodak! Ini kesaksian yang biasa saya dengar di persekutuan kita juga.
Saat ini saya tercenung, Tuhan itu baik bagi semua orang. Semua orang yang bisa merasakan kesejukan hujan. Lalu apa gunanya atau bedanya kekristenan itu? Kalau cuma saya Kristen karena kemaruk dan cuma untuk minta berkat Tuhan, maka diluar itu bisa koq. Hari ini saya semakin yakin akan “Jadilah kehendakMU di Surga maupun di muka bumi ini.” Panggilan saya bukan untuk diberkati dan menikmati berkat Tuhan saja, tetapi bisa menjadi berkat dan menghadirkan Surga yang adalah suasana penuh berkat dan nyaman bagi orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar