27 April 2022

Idola

Itu harusnya nama toko di Bondowoso. Kalau soal arti sebenarnya, saya tidak terlalu menghidupinya. Saya kurang mengerti arti idola, saya tidak pernah punya orang yang fotonya bisa ingin saya pajang. Saya juga tidak pernah punya bintang film atau selebritis favorit yang bisa membuat saya terpukau histeris. Ini yang salah pasti saya. Saya terlalu miskin buat mencurahkan perhatian pada orang-orang terkenal itu. Saya terlalu sibuk dengan lamunan dan pikiran saya sendiri. Jadilah saya sekarang terkesima oleh mereka yang bisa punya idola.

 

Saya heran melihat anak saya terkesima di depan tivi saat acara K-pop atau drakor. Saya kadang bertanya, yang ganteng yang mana, untuk sekedar tahu dan memahami standar untuk bisa cakep dan menjadi idola itu. Katanya banyak artis Korea itu wajahnya sudah tidak asli lagi. Nah, siapa tahu saya bisa jadi idola asal bisa bayar untuk oplas, operasi plastik. Khan di rumah saya banyak juga plastik yang tidak terpakai, mulai dari baskom, sampai buble wrap sisa olshop. Intinya memang mencari tahu apa yang bisa membuat orang jadi idola. Kehebatan orang itu? Kelebihan orang itu yang membuat saya akan terkesima, sehingga saya bisa manut katut dengan kharismanya?

 

Dengan cara berpikir yang dibalik, idola itu dipilih bisa jadi bukan karena dia punya kelebihan yang menonjol, idola itu dipilih karena saya punya kekurangan yang terasa akut dan kronis. Kekurangan saya yang akan membawa saya untuk mencari-cari idola. Kata lagu Sekolah Minggu, “seperti donat.. seperti donat… ada lubang di hatiku….” Lubang itu mungkin akan terisi oleh Idola yang bisa saya temui. Saya yang butuh idola, bukan Idola yang menjadikan dirinya untuk dipilih.

 

Apapun alasannya, bila Idola itu sudah ada, maka terjadilah jargon sebuah roti “..buns to die for…..” seperti lagu “You are my sunshine… my only sunshine… you make me happy when sky are grey..” Syukur bila itu mendatangkan energi positif yang penuh kebaikan. Lagu sekolah minggu itu juga bilang “ seperti donat.. hidup tanpa Yesus.. ada lubang di hatiku..” ada juga jargon “pejah gesang nderek Gusti”. Itulah energi tambahan yang membual di hati yang diisi idola yang baik. Tapi bila idola itu ternyata berkelemahan dan saya sudah kadung jatuh kontrak buta dengannya, maka sayapun pasti jadi bermain senada dan setabuhan dengan idola saya itu. Ada kecanduan untuk mengikut segala kharismanya. Ada ikatan yang terasa sulit untuk saya lepaskan, kalau itu lepas, saya akan kosong lagi. Saat saya harus lepas dari idola saya, saya bisa sakau. Beranikah saya melalui sakau-sakau ini?

 

Punya idola tidak salah, tapi pesan untuk anak-anak saya tentunya “Jangan salah pilih idola”.

 

BTW, ternyata dulu saya pingin mendirikan altar sembahyangan merah itu di rumah saya, bukan untuk mendoakan arwah, tetapi sekedar memberi penghormatan dan mengenang Emak saya yang sangat berjasa. Ternyata dia Idola saya…. Eh ternyata saya juga punya idola.

 

 

(kelanjutannya.....)

26 April 2022

Bebal

Saya harus menghabiskan banyak waktu keseharian saya di dalam mobil. Waktu-waktu yang sayang kalau terlewatkan begitu saja. Tadinya saya mengisinya dengan mendengarkan musik atau radio, lalu saya menemukan CD drama Alkitab terbitan LAI, yaitu Alkitab yang dibacakan. Ada tiga CD, dua Perjanjian Lama dan satu Perjanjian Baru. Nah tiga CD ini yang sehari-hari saya putar. Mendengarkan bacaan Alkitab secara berurutan, jadi asyik juga karena banyak perikop yang bila dibaca sebagian-sebagian tidak nampak hubungannya dengan kisah-kisah sebelumnya atau setelahnya. Juga semua bagian Alkitab  jadi bisa terbaca. Entah sudah beberapa kali CD itu terputar. Asyik, apalagi kalau itu yang perjanjian lama, seperti mendengarkan Guru Sekolah Minggu mengajar.

Ada bagian-bagian Alkitab yang saya miris untuk mendengarkannya ulang, selalu ingin skip saja untuk bagian-bagian itu. Ada kisah tentang Yefta dan anak gadisnya, yang lebih miris lagi kisah tentang Simson dan Delila, kisah akhir hidup Simson. Saya miris mendengar ulang kisah Simson, yang selalu bermasalah dengan para wanita yang diperistrinya. Bisa jadi memang itu jalan Tuhan yang dijalaninya, tapi apa harus begitu ya? Saya miris dengan rayuan wanita yang menyebabkan Simson tertangkap dan matanya dibutakan. Miris!

Ada juga kisah Raja Saul yang diakhir hidupnya ditolak oleh Tuhan. Juga Raja Salomo, dan banyak rentetatan nama Raja-Raja yang melakukan kejahatan di hadapan Tuhan. Mereka raja, mereka orang yang punya pendidikan khusus, kemampuan berpikir tersendiri bahkan juga anugerah hubungan dengan Tuhan yang lebih dari rakyat biasa. Segalanya ada bagi seorang raja, tapi kenapa ia tertolak oleh Tuhan karena kelakuannya, apa lagi yang dimauinya? Saya jadi berpikir tentang judul itu. Bebal. Sifat ini hadir dan bebal ini yang membuat kondisi tidak berubah membaik. Simson adalah pemimpin dengan jabatan Hakim karena raja belum ada saat itu. Raja dan pemimpin yang bebal! Ada lagi Imam Eli dengan Hofni dan Pinehas anak-anaknya.

Saat Raja dan para pemimpin itu ada di pucuk pimpinan, makin sedikit orang yang bisa berpadanan menasehatinya. Saat posisi tinggi itu tercapai, makin besar kuasa dan rasa percaya diri yang terbentuk. Segala tindakannya makin sedikit yang bisa mengevaluasinya. Makin tinggi posisi posisi keagamaan itu seakan makin mendekatkan pada Tuhan dan bisa jadi makin merasa CS dan akrab dengan Tuhan. Makin merasa akrab, bisa jadi membuat makin peka atau malah makin menyepelekan. Karena merasa akrab maka Tuhan bisa jadi terasa makin mau menerima kebusukan dan kenakalan. Di sini bebal itu mulai bersemi. Saat di puncak saya bisa jadi bebal dari ingatan bahwa Tuhan itu kudus dan suci yang  mengharuskan segala kebaikan itu tetap dijalani. 

Bebal itu saat saya mulai menyepelekan keharusan akuntabel dalam laporan keuangan. Bebal itu saat saya gagal berdisiplin diri padahal menikmati orang lain yang dituntut untuk disiplin. Bebal itu saat saya kehilangan kepekaan untuk pembaharuan budi yang katanya menjalani panggilan kehidupan ini. Saat posisi tinggi itu berpotensi menumbuhkan bebal, ada Raja Daud yang beberapa kali berdoa: "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku". Saat Tuhan tetap diajak hadir menyelidiki dan menguji relung-relung hati ini, niscaya ada suara yang bisa mengusik dan menyingkirkan bebal ini.
(kelanjutannya.....)

Duit

Duit itu suatu yang penting di kegiatan pelayanan ini. Duit bisa membuat suatu pelayanan jadi berjalan baik, duit juga bisa menjungkalkan si pelayan. Duit memang penuh dinamika dengan segala daya tariknya. Tapi duit cuma benda yang harusnya bisa diatur oleh manusia. Apalagi kalau itu manusia-manusia yang sudah masuk di kegiatan pelayanan. Duit harus tunduk pada manusia, karena manusia tahu bagaimana harus bersikap terhadap duit. Saya ingin berbagi bagaimana duit harus dikelola sebagai pelaku pelayanan di lingkungan gereja.

Semua pelayanan butuh duit, dan semua pelaku pelayanan bisa jadi pernah dipegangi duit untuk dikelola dalam pelayanan yang dipercayakan kepadanya. "Saya bukan ahli keuangan!" itu yang bisa diutarakan saat ada yang diberi wewenang untuk mengelola duit pelayanan. Alasan itu muncul bisa jadi karena tidak tahu bagaimana harus membagi dan membuat laporan pertanggungjawaban duit itu nantinya. Bentuk laporannya bagaimana ya? Kalau ini yang menakutkan, jawabannya mudah. Laporan keuangan itu esensinya adalah akuntabilitas. Keterbukaaan untuk bisa dilacak dan diperiksa, kemampuan untuk bertanggungjawab. Jadi kalaupun tidak mengerti cara menyajikan laporan keuangan, tapi asal bisa bertangung jawab di tiap rupiah yang dipercayakannya, itulah akuntabel. Menyajikan laporan keuangan itu nomer kesekian, nomer utama adalah dasar pertanggungjawaban yang menjadi modal laporan itu. Dasarnya cuma sesederhana semua bon-bon pengeluaran atau pembelian dan catatan-catatan  bukti siapa yang menerima uang dan bukti untuk apa uang itu diberikan. Dasarnya cuma disiplin untuk bisa bertanggungjawab. Cara bertanggungjawab di keuangan adalah dengan memberikan bukti transaksi yang ada. Sekarang tiap transaksi ada struknya, tiap penerima uang bisa dimintai tanda tangan sebagai bukti penerimaan duit itu. Akuntabilitas di pelayanan ini cuma sesederhana mengumpulkan semua bon pengeluaran, dan mencatat semua detil tanggal dan siapa pengguna duit itu. Tahap berikutnya memang menuangkannya di dalam laporan keuangan. Tapi dengan dasar bukti transaksi yang rapi, itu sudah langkah tepat dalam bertanggungjawab.

Duit di pelayanan ini adalah berasal dari jemaat, yang harus dipertanggungjawabkan balik dengan mutlak. Bisa jadi suatu kegiatan pelayanan belum tersedia duitnya. Pelaksana kegiatan itu juga jadi terbebani untuk mencari duit mendanai kegiatannya sendiri. Hal yang mendasar di sini adalah bahwa siapapun yang mencari dana, ia membawa nama gereja. Siapapun penyumbangnya, ia menyumbang untuk gereja. Jadi semua uang yang didapat adalah uang gereja dan harus masuk melalui rekening gereja. Siapapun pencari dananya tidak boleh dengan bebas langsung memakai dana perolehan itu tanpa tercatat di pembukuan gereja. Ini juga demi nama baik pencari duit itu, bahwa semua duit dan natura itu adalah untuk pelayanan gereja. Donatur akan merasa nyaman bila tahu bahwa duitnya sudah  ada di gereja dan gereja sanggup memanfaatkannya dengan baik. Ini bukan uang hasil usaha pribadi. Ada prinsip bahwa tidak boleh ada pelayan yang mencuri kemuliaan. 

Saya tidak rapi dan saya tidak pernah minta bon untuk tiap pembelian saya? Masak saya naik becak minta bon? Kenapa koq tidak naik ojol saja, ini pasti ada struknya yang akuntabel! Kita khan harus kasihan dengan tukang becak… Kalau karena kasihan, maka bantu mereka mempersiapkan bonnya, minta tanda tangannya atau foto uangnya. Kan malah repot? Membantu orang memang akan merepotkan dan menambah kerjaan, tapi di sana ada nilai kasih itu. Membantu orang bukan cara mencuci salah agar bisa tidak rapi dan tidak akuntabel. Jangan sok suci dengan menutupi kenakalan dengan yang katanya perbuatan baik.

Duit memang menarik untuk dinikmati, dan disinilah kedewasaan dan kemurnian diuji. Tolok ukur cara pandang akan duit akan menjadi tolok ukur kualitas yang dipertontonkan. GKI menjunjung tinggi ketulusan dan kejujuran dalam mengelola duit yang dipercayakan pada tiap insan GKI. Semuanya bukan untuk kemuliaan GKI atau pribadi, tapi segala kemuliaan adalah untuk Tuhan.
(kelanjutannya.....)

10 April 2022

Shopee Tanam

Pagi itu anak saya datang dengan laptopnya dan meminta kesan akan presentasi yang akan dilakukannya. Saya baru saat itu dengar tentang Shopee Tanam ini. Jadi jangan berharap setelah baca tulisan ini anda akan jadi mengerti soal Shopee Tanam ini, gak dijamin! Yang bisa saya perhatikan dari presentasi itu cuma alur dan polanya saja. Malah saat itu saya yang belajar tentang hal baru. Dunia dan usaha baru yang tak terbayangkan sebelumnya. Shopee Tanam!

 

Shopee adalah aplikasi belanja online, seperti Tokopedia, Blibli, Lazada dan lainnya. Shopee membuat aplikasi permainan/game bernama Shopee Tanam. Orang bisa memilih bibit lalu menanamnya secara online, menanam juga berarti perlu menyirami dan merawatnya secara rutin. Pemainnya bisa menentukan kapan akan memanen hasilnya, ada pilihan memanen untuk jangka waktu yg cukup lama dengan imbalan hasil panen yang lebih besar. Hasilnya adalah point yang bisa dibelanjakan di Shopee.  Tujuan game ini untuk menjaga keterikatan hubungan dengan Shopee, semakin lama merawat tanaman maya ini, akan semakin lama interaksinya dengan Shopee, yang diharapkan bisa menghasilkan nilai transaksi yang lebih besar di Shopee. Ide ini menarik, membangun kedekatan dan keakraban relasi di dunia maya.

 

Dengan ibadah dan banyak kegiatan dilakukan dengan daring (online), saya berpikir bahwa komunitas daring itu begitu cair dan bebas, yang tidak bisa diatur kedekatannya. Para viewer itu bebas datang dan pergi sesuka hatinya, dan tidak ada cara mengelolanya. Sulit memang iya, tapi bukan berarti tidak ada cara. Sulit karena ini cara yang baru dan benar-benar baru, bukan seperti cara lama yang sudah lazim dilakukan. Ternyata ada juga contoh cara membangun kedekatan secara vitual.

 

Anak saya kuliah psikologi lalu apa urusannya dengan program game ini? Dia meneliti apakah ada pengaruh suasana hati (mood) dengan keputusan untuk mau memilih jangka waktu yang lama di proses menanam maya ini. Semakin lama memang Shopee akan memberikan hasil point yang lebih banyak, dan Shopee bisa mendapatkan rentang relasi yang lebih lama. Dia meneliti bagaimana cara merekayasa suasana hati ini. Misalnya dengan memberikan kiriman konten-konten yang lucu akan membuat orang menjadi punya mood baik yang mempengaruhi agar keputusannya mau mengambil rentang waktu penanaman yang lama.

 

Saya jadi terperangah, walau dunia ini sudah berubah, segala perubahan itu tetap memberi peluang agar bisa menemukan usaha-usaha baru untuk mengatur dan mengendalikannya.  Yang penting mau belajar. Apa yang saya bisa lakukan di pelayanan? Menjamin kedekatan sudah bukan dengan berlaku tidak rewel saat ada yang mengajukan pengembalian bon. Shopee Tanam sudah jauh dari itu. Konsep Shopee Tanam dah memamerkan paradigma baru yang mau tidak mau harus saya pelajari dan berusaha saya terapkan kalau masih mau ada di dunia pelayanan yang katanya sudah harus ada daringnya ini. Ternyata selalu ada jalan baru. Jalan Shopee Tanam!

 

(kelanjutannya.....)

08 April 2022

Mesin

Dari kecil saya suka melihat mesin. Sayangnya, tidak banyak mesin yang saya punya di sekitar saya. saya cuma pernah punya sepeda jengki Phoenix, saya juga pernah menemukan gramafone di gudang rumah. Dua barang itu yang pernah saya bongkar habis dan saya bisa dengan baik bongkar pasang dan memperbaikinya. Cuma dua barang itu yang bisa saya pelajari dengan baik. Dulu pernah juga saya membongkar mesik tik, tapi saya gagal memasangnya balik, saya belajar tentang besi yang bisa patah, pegas dari mesin tik itu. Belum sempat saya pelajari utuh, saya sudah dimarahi dan mesin tik itu dibawa ke tukang servisnya. Mesin selalu menarik buat saya.

 

Hal yang menarik dari sebuah mesin adalah kepastian dari hasil kerja mesin itu. Sepeda ya menghasilkan gerak yang lebih cepat dari pada orang yang jalan kaki. Gramafone menghasilkan suara yang terekam dari guratan yang ada di piringan hitam. Mesin itu dianggap rusak bila ternyata hal itu tidak dapat dihasilkan lagi olehnya. Sepeda tidak bisa jalan, atau jalannya tidak stabil. Gramafone, suaranya makin tidak merdu atau malah tidak dapat diputar lagi. Mesin yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik sesuai dengan yang direncanakan untuk mesin itu. Di dalam mesin ada sistem yang bekerja untuk

memberikan hasil yang diharapkan.

 

Ternyata banyak hal di kehidupan ini yang mirip mesin. Keluarga juga punya fungsi yang di harapkan. Fungsi yang dijalankan dan proses yang terjadi di dalamnya  untuk menghasilkan manusia-manusia baik. Katanya sebagai satuan masyarakat yg terkecil, keluarga akan menjadi penentu kualitas masyarakat yang akan terbentuk. Kalau mesin dan sistem di dalam keluarga benar, katanya penduduk dan masyarakat diharapkan juga jadi berkualitas. Demikian juga organisasi. Organisasi pelayanan yang baik akan menghasilkan karya-karya layanan saat menjalankan tupoksi-nya, tugas pokok dan fungsinya,` dengan baik.

 

Sistem dalam mesin itu akan jadi jaminan, agar input yang masuk menghasilkan output yang sesuai rencananya. Banyak orang akan masuk dalam karya layanan di lingkungan gereja, apa outputnya akan sesuai yang diharapkan? Sistem internal dalam mesin itulah yang menentukannya. Orang yang datang akan mengalami suatu sistem proses yang akhirnya akan membentuknya untuk jadi seperti yang diharapkan. Input selalu adalah bahan baku yang mutunya lebih rendah dari pada output yang merupakan hasilnya. Bagaimana input bisa mengalami pertambahan kualitas, internal mesin itulah yang jadi taruhannya. Apa ada suasana bersistem yang baik. Bila datang saya yang pemalas, apakah sistem bisa menjadikan saya jadi lebih rajin? Apa bila datang saya yang suka berbohong, apakah suasana komunitas ini bisa memperkenalkan saya akan budaya berkata benar? Membangun sistem dan lingkungan berbudaya akan menjadi sesuatu penentu proses pembaharuan apa yang akan terjadi.

 

Di akhir kisah hidup Simson ada cuplikan ayat: “Tetapi rambutnya mulai tumbuh pula sesudah dicukur.” Simson yang sudah terpuruk ternyata bangkit lewat jalan sistem yang sudah ada, yaitu kekuatan pada rambutnya. Di sini mujizat tidak terjadi tanpa pola sistem. Tuhan memakai pakem bahwa kekuatan Simson ada pada rambutnya, saat rambut itu tumbuh, dan dengan pertolongan Tuhan, Simson bisa berkarya lagi, karya terakhirnya. Semoga selalu ada semangat untuk percaya pada pembentukan sistem dan budaya yang baik demi panggilan untuk menghasilkan segala sesatu yang berketeladanan.

 

(kelanjutannya.....)

06 April 2022

Yang Bukan Pengorbanan yang Membebaskan

Katanya tema Paskah kita kali ini adalah “Pengorbanan yang Membebaskan”, lalu ada pertanyaan apa memang ada pengorbanan yang tidak membebaskan? Adakah fenomena suatu pengorbanan yang malah membelenggu?

 

Pengorbanan yang membebaskan itu, merujuk pada pengorbanan Yesus untuk membebaskan manusia dari belenggu dosa. Dosa, karena itu akar dari segala keterpurukan manusia di hadapan Tuhan. Yesus melakukan pengorbanan untuk sebuah pembebasan dari dosa, akar segala masalah itu. Itulah pengorbanan yang membebaskan.

 

Di dunia saat ini banyak orang yang juga mau berkorban untuk membebaskan orang lain dari masalah yang dihadapinya, tapi apa pengorbanannya itu benar-benar membebaskan orang lain? Bagaimana kita bisa memanfaatkan pengorbanan itu agar kita bisa benar-benar terbebaskan? Bebas dari akar masalah kita, bukan sekedar bebas untuk kemudian terbelenggu lagi oleh suatu kondisi baru. Ada beberapa fenomena menarik yang sedang muncul saat ini.

 

Dulu, untuk bisa mengerti suatu hal itu belajarnya sulit. Suatu contoh ingin membuat suatu jenis kue, harus cari buku resepnya dan harus cari kenalan atau keluarga yang sudah terbukti hasil kue dan masakannya enak. Kemudian belajar dari beliau-beliau ini. Kini masa itu telah lewat. Kini di Youtube sudah tersedia banyak tutorial tentang aneka cara membuat kue dan masakan. Itulah pengorbanan banyak orang untuk berbagi dan membebaskan orang lain  dari ketidaktahuannya. Tapi siapa mereka? Dulu kita belajar dari orang yang kita percaya kredebilitasnya hasil karyanya, sekarang kita bisa belajar dari Youtuber muda yang tidak ketahuan bagaimana rekam jejaknya yang penting sudah bisa kita lihat dan kita praktekkan tutorialnya. Pertanyaan sederhananya apa benar dia juru masak yang handal? Tidak salah dengan mereka, mereka tetap adalah orang baik yang mau berbagi ilmu. Tetapi di sisi generasi muda kita, apakah ada semangat untuk sadar bahwa itu adalah sekedar pintu masuk, tetap harus ada proses belajar lain yang lebih keras yang harus dijalani dengan cara-cara yang bisa jadi tidak semudah nonton Youtube. Pengorbanan itu sudah membebaskan namun kemudian membelenggu dengan kondisi lain, biusan kemudahan.

 

Kondisi kehidupan saat ini semua dimudahkan oleh komputer, laptop dan telepon pintar. Segala hal bisa dimudahkan dengan aplikasi. Anak-anak bisa menjadi begitu terbantunya dengan segala hal itu. Kemudian semua orang menjadi berminat belajar komputer, telepon pintar dan aplikasi agar bisa berbuat sesuatu untuk menggapai masa depan yang lebih baik. Cabang-cabang ilmu utama menjadi sepi peminat karena dirasa kurang sakti melawan perangkat-perangkat itu. Selama ada perangkat-perangkat itu seakan semua masalah bisa diatasi. Padahal, perangkat-perangkat itu hanya sebuat piranti penunjang. Semua alat itu harus diprogram, dan pembuat program itu haruslah orang-orang yang memahami dasar-dasar ilmu yang tepat dan mendalam. Sebuah layar sentuh itu tercipta bukan karena ada orang yang bisa memasukkan pertanyaan “Bagaimana cara membuat layar sentuh?” di google lalu muncullah tutorialnya. Selama belum ada orang yang menciptakan layar sentuh dan menuliskannya di internet, pertanyaan itu tak akan terjawab. Butuh orang yang punya ilmu fisika, elektronika, ilmu material atau ilmu lainnya untuk bisa berkolaborasi berinovasi menciptakan satu piranti macam layar sentuh itu. Pengorbanan komputer dan piranti itu untuk membebaskan orang dari kesulitannya, bisa membelengu melalui kesan bahwa inilah piranti terhebat.

 

Banyak kemudahan yang adalah hasil pengorbanan banyak orang baik yang telah membebaskan kita dari banyak kesulitan, kiranya tidak malah memadamkan semangat untuk mau bersusah payah belajar. Hal ini kiranya memberi ruang bagi nilai-nilai lama yang harusnya terus dikembangkan agar bisa lebih banyak lagi pembebasan yang bisa kita lakukan.

 

Belajar teori dan ilmu-ilmu yang katanya sudah tidak populer lagi itu, akan membuat seseorang mampu mengembangkan suatu masalah, topik atau produk dengan lebih baik, karena dari teori itulah suatu keadaan bisa dianalisa untuk bisa disesuaikan pemanfaatannya. Banyak pengorbanan yang sudah membebaskan dari banyak masalah terdahulu kiranya tidak malah membelenggu akibat keengganan untuk belajar dengan keras, mendalam dan makin dalam. Semoga Paskah menguatkan kita akan teladan pengorbanan yang membebaskan untuk makin mendatangkan kerajaan Allah dimuka bumi ini.

 

(kelanjutannya.....)