Itu harusnya nama toko di Bondowoso. Kalau soal arti sebenarnya, saya tidak terlalu menghidupinya. Saya kurang mengerti arti idola, saya tidak pernah punya orang yang fotonya bisa ingin saya pajang. Saya juga tidak pernah punya bintang film atau selebritis favorit yang bisa membuat saya terpukau histeris. Ini yang salah pasti saya. Saya terlalu miskin buat mencurahkan perhatian pada orang-orang terkenal itu. Saya terlalu sibuk dengan lamunan dan pikiran saya sendiri. Jadilah saya sekarang terkesima oleh mereka yang bisa punya idola.
Saya heran melihat anak saya terkesima di depan tivi saat acara K-pop atau drakor. Saya kadang bertanya, yang ganteng yang mana, untuk sekedar tahu dan memahami standar untuk bisa cakep dan menjadi idola itu. Katanya banyak artis Korea itu wajahnya sudah tidak asli lagi. Nah, siapa tahu saya bisa jadi idola asal bisa bayar untuk oplas, operasi plastik. Khan di rumah saya banyak juga plastik yang tidak terpakai, mulai dari baskom, sampai buble wrap sisa olshop. Intinya memang mencari tahu apa yang bisa membuat orang jadi idola. Kehebatan orang itu? Kelebihan orang itu yang membuat saya akan terkesima, sehingga saya bisa manut katut dengan kharismanya?
Dengan cara berpikir yang dibalik, idola itu dipilih bisa jadi bukan karena dia punya kelebihan yang menonjol, idola itu dipilih karena saya punya kekurangan yang terasa akut dan kronis. Kekurangan saya yang akan membawa saya untuk mencari-cari idola. Kata lagu Sekolah Minggu, “seperti donat.. seperti donat… ada lubang di hatiku….” Lubang itu mungkin akan terisi oleh Idola yang bisa saya temui. Saya yang butuh idola, bukan Idola yang menjadikan dirinya untuk dipilih.
Apapun alasannya, bila Idola itu sudah ada, maka terjadilah jargon sebuah roti “..buns to die for…..” seperti lagu “You are my sunshine… my only sunshine… you make me happy when sky are grey..” Syukur bila itu mendatangkan energi positif yang penuh kebaikan. Lagu sekolah minggu itu juga bilang “ seperti donat.. hidup tanpa Yesus.. ada lubang di hatiku..” ada juga jargon “pejah gesang nderek Gusti”. Itulah energi tambahan yang membual di hati yang diisi idola yang baik. Tapi bila idola itu ternyata berkelemahan dan saya sudah kadung jatuh kontrak buta dengannya, maka sayapun pasti jadi bermain senada dan setabuhan dengan idola saya itu. Ada kecanduan untuk mengikut segala kharismanya. Ada ikatan yang terasa sulit untuk saya lepaskan, kalau itu lepas, saya akan kosong lagi. Saat saya harus lepas dari idola saya, saya bisa sakau. Beranikah saya melalui sakau-sakau ini?
Punya idola tidak salah, tapi pesan untuk anak-anak saya tentunya “Jangan salah pilih idola”.
BTW, ternyata dulu saya pingin mendirikan altar sembahyangan merah itu di rumah saya, bukan untuk mendoakan arwah, tetapi sekedar memberi penghormatan dan mengenang Emak saya yang sangat berjasa. Ternyata dia Idola saya…. Eh ternyata saya juga punya idola.