31 Desember 2021

Flashback

Dua puluh dua tahun yang lalu di tanggal yang sama dengan hari ini, 31 Desember 1999, itu tonggak sejarah di hidup saya. Hari itu kami sekeluarga berlibur di Kalibaru, menyongsong tahun baru. Nama tempat yang cocok dengan niatan baru yang hendak dijalani. Tekad saya hari itu adalah: mulai milenium baru 1 Januari 2000 saya akan merintis usaha sendiri. Tahun baru, semangat baru, usaha baru.

Tahun 1998, krisis moneter yang mengguncang perekonomian. Banyak kekejaman yang tak terpikirkan sebelumnya, muncul dengan masif. Omset penjualan yang di satu perusahaan saja bisa ratusan juta per bulan tiba-tiba jadi nol di semua perusahaan dalam beberapa bulan berjalan. Cicilan mobil yg katanya flat sampai lunas, ternyata bisa berubah naik drastis. Saya marah, tapi itu sudah kebijakan bank. Saya tidak berdaya apa-apa. Gaji saya dipotong 25%, karyawan lain 10%, itu karena katanya gaji saya lebih tinggi dari mereka. Saya pasrah, namun ini sumber kejengkelan utama saya. Sebagai sales saya sering menjual barang dengan struktur harga yang melebihi hitungan dasar perusahaan. Perusahaan jadi untung lebih besar dari standard yang ada. Saat seperti itu saya tidak minta bonus lebih. Saya mendapat komisi sesuai dengan yang pernah dijanjikan perusahaan sebelumnya dan saya merasa itu sudah jatahnya perusahaan untuk untung. Tapi saat di mana perusahaan merugi, ternyata saya juga harus ikut menanggung kerugian. Cara berpikir ini yang membuat saya kecewa.

Boss besar saat itu seperti juga banyak orang kaya lainnya, memilih untuk pindah ke luar negeri. Saya bersyukur sebagai orang yang tidak punya uang, tidak ada alternatif lain kecuali tetap tinggal di sini dan berjuang di sini. Sampai suatu hari Boss bilang: "Daniel, tolong kamu atur perusahaan saya ini ya"
"Gak mau, dari pada saya ngatur perusahaan ini, saya atur perusahaan saya sendiri saja"
Lalu saya mengajukan pengunduran diri. Saya terikat komitmen awal, kalau saya mengundurkan diri maka saya harus mengajukan setahun sebelumnya. Maka jadilah suatu masa terburuk di hidup saya. Tahun 1999! Itu tahun terburuk karena tahun itu berjalan dengan lambat dan tanpa greget! Saya tidak punya semangat apa-apa, semua berjalan mengalir dan mengelinding saja. Saya hanya menanti satu tahun itu berakhir. Itulah mengapa saya tidak pernah percaya dengan orang yang sudah tidak punya semangat.

Dua puluh dua tahun sudah berlalu. Berkat Tuhan sudah terlalu deras mengalir. Tahun itu saya cuma bermodalkan dua exit plan. Umur saya belum 35 tahun, jadi kalau usaha ini gagal maka saya masih laku untuk mencari kerja lagi, karena lowongan kerja biasanya memberi umur maksimal 35 tahun. Langkah cadangan berikutnya adalah istri saya juga bekerja, saya cuma bisa bilang, "kalau saya gagal, saya numpang makan sama kamu ya....' Cuma dengan modal cadangan itulah saya melangkah nekad. 

Pengalaman saya di trading peralatan industri import, hampir pasti tidak terpakai. Karena komitmen saya dengan mantan Boss saya itu. 
"Daniel, kalau kamu kerja sendiri, jangan kerja seperti bisnis saya ini, karena kita bisa jadi saingan."
Saya menyetujuinya karena memang kita adalah teman baik. Saya cuma bermodalkan kemampuan mencari order untuk menggarap bidang lain yang tidak saya ketahui. Saya cuma ingat semangat Abraham dan Lot. Abraham tidak takut dengan meminta Lot utk memilih terlebih dahulu tanah yang akan diambilnya. "Kalau kamu ke kiri aku ke kanan, kalau kamu ke kanan aku ke kiri" Berkat Tuhan saya yakini akan selalu tersedia. 

Detail liku-liku jalan ini tidak terbayangkan sebelumnya. Tidak pernah ada bengkel di Surabaya yang mulai langsung dengan mesin CNC dan bosnya tidak pernah kerja di satu bengkelpun. Hampir semua pemilik bengkel yang saat ini bengkelnya besar dan beliau dulu adalah pimpinan atau pengalaman bekerja di bengkel terbesar di Surabaya, bila dulu dia bilang dia bisa mengerjakan dengan mesin CNC, itu pasti di kerjakan di saya! Setelah mereka lihat enaknya kerja dengan mesin CNC, baru kemudian mereka berani beli mesin CNC sendiri. CNC itu mesin perbengkelan yang bisa berjalan dengan akurat karena dikendalikan oleh komputer. Mana punya saya uang untuk membeli mesin CNC, tapi Tuhan sediakan jalan di mana saya bisa belajar dan memanfaatkan mesin-mesin CNC itu. Tuhan siapkan jalan untuk melompat, bukan memulai bengkel seperti kebanyakan orang memulai dengan mesin manual kemudian menuju ke CNC. 

Dua puluh dua tahun yang ajaib ini, semoga menguatkan saya untuk percaya akan penyertaan Tuhan di hari-hari mendatang yang tidak juga saya ketahui. 
"Tak ku tahu khan hari esok... Namun langkahku tetap....
bukan surya ku harapkan.... Karna surya khan lenyap...."
(kelanjutannya.....)

27 Desember 2021

Benalu

Menjelang akhir tahun, selalu ada keinginan untuk melihat ke belakang tentang apa yang sudah terjalani di tahun ini. Saat itu terlintas, terlihat pohon jambu di rumah. Teringat juga rumah masa kecil saya yang banyak pohon-pohonnya. Yang terbanyak dan besar-besar adalah pohon mangga. Teringat cerita papa saya. Saat saya bertanya tentang daun-daun yang nampak lain bentuk dan hijaunya di pohon-pohon itu. “Itu benalu! Itu menghisap makanan pohon itu.” Kata papa, benalu itu berasal dari tempat lain, dibawa oleh burung, bisa bijinya menempel di paruh burung atau bisa juga ada di kotoran burung yang menempel di dahan-dahan itu. Benalu itu bisa nampak begitu hijau dan rimbun, lebih segar dari daun-daun pohon itu sendiri.

 

Benalu penghisap makanan pohon itu menjadi ikon di benak saya kali ini. Saat suasana perekonomian global yang meredup karena pandemi, saat banyak orang berteriak tentang pendapatan yang berkurang. Bisa saja suplai makanan yang saya terima tidak terganggu. Kalau ekonomi meredup dan saya tetap tersuplai seperti biasanya, apa itu berarti bahwa saya sudah memakan porsi ekonomi yang lebih besar dari yang tersedia? Harusnya tidak masalah dengan memakan porsi yang lebih besar, asal ada output yang berpadanan. Pandemi ini bisa jadi alasan juga untuk menutupi bahwa selama pandemi gerakan terbatasi, termasuk gerakan untuk menghasilkan output yang berpadanan dengan apa yang sudah diterima. Pandemi ini bisa mengungkapkan bahwa saya adalah benalu?

 

Saya memang  bisa bilang bahwa penilaian output itu bukan urusan saya dan pikiran saya. Biarlah orang luar yang menentukan bahwa itu benalu atau bukan. Orang luar bisa melihat. Seperti daun-daun benalu yang nampak rimbun dan hijau yang dapat mengelabui orang bahwa pohon itu indah. Daun-daun itu indah, bahkan bisa nampak lebih segar dari daun-daun lainnya. Keindahan yang terbentuk dari penghisapan makanan yang sebenarnya untuk yang layak menerimanya. Lalu apa yang bisa menilai kebenaluan saya?

 

Alkitab pernah bilang soal Buah Roh. Ada kata buah dan itu kata kunci, karena benalu tidak berbuah seperti pohon induknya. Daun benalu bisa hijau indah, glowing. Tapi benalu di pohon mangga tidak berbuah mangga, malahan benalu  bisa membuat pohon mangga itu kering tidak berbuah. Jadi kalau saya benalu, maka saya makan dari pohon itu tapi saya tidak menghasilkan buah seperti yang diharapkan dari pohon itu. Walau saya berdaun indah, itu hanya tipuan. Bila orang tidak tahu pohon apakah itu, bisa mengetahuinya dari buahnya yang terdahulu, dan setelah kehadiran saya, apakah buah itu tetap ada makin lebat?

 

Benalu itu parasit. Bukan anggrek yang berbunga indah yang epifit. Parasit menghisap makanan dari pohon induknya sedang epifit hanya menempel tidak menghisap nutrisi sang induk. Anggrek hanya menempel, tidak menghisap sari makanan tapi berkontribusi memperindah dengan bunganya untuk pohon induknya. Saya ini parasit atau epifit?

(kelanjutannya.....)

18 Desember 2021

Mari Hidup Sehat

sekali lagi jangan bosan

 

Deraan Covid-19 membuat saya bosan dengan jargon seperti judul itu. Dimana-mana, kapan saja, banyak poster, WA, ajakan, seruan, nasehat untuk hidup sehat. Ada ajakan Prokes yang M-nya makin lama makin banyak, hingga jargon pembungkus saat ada rekan yang berusaha menjual produk makanan kesehatan. memang nilai positifnya adalah masifnya ajakan dan perhatian untuk menjaga kesehatan dan berusaha kuat untuk jadi makin sehat.

 

Covid-19 ini membuat saya diajak makin perhatian dengan kata sehat. Tapi sehat itu apa? Saya teringat: Mens sana in corpore sano. Ada unsur sehat jasmaninya ada unsur sehat jiwanya. Covid membuat orang menaruh perhatian besar dengan kesehatan jasmaninya, tubuh harus sesehat mungkin agar tahan terhadap gempuran virus. Kalau jasmani ini sampai sakit, rasanya itu akan mengacaukan kehidupan ini. Kesehatan jasmani bisa jadi tujuan utama kata sehat itu. Suasana hati, mungkin ini sisi psikologis atau kejiwaan harus baik biar imun bisa tinggi, katanya. Bukankah hati yang gembira adalah obat. Dunia yang nyata ini menempatkan jasmani adalah yang terpenting dan kejiwaan  harus bisa menunjang yang jasmani itu. Kejiwaan itu perlu sehat cuma agar jasmaninya sehat. Betulkah seperti itu?

 

Dunia memang saat ini diguncang oleh pandemi yang disebabkan oleh kehadiran jasmani perusak yang berupa virus. Inikah guncangan dunia yang pertama? Dunia ini malah lebih sering diguncang dengan lebih dahsyat oleh hal lain seperti perang dan kerusuhan. Bisa perang yang lokal ataupun yang meluas mendunia, Perang Dunia. Sejarah mencatat ada sosok beberapa orang yang bisa mengobarkan perang yang menyusahkan banyak orang itu. Mulai dari Jenghis Khan, Julius Caesar, Napoleon Bonaparte, hingga Adolf Hitler. Siapa nama-nama itu? Banyak buku juga membahas nama-nama itu, kisah hidup mereka dan latar belakang kejadian yang membentuk mereka. Pola pikir yang membawa mereka masuk dalam angan dan mengobarkan perang tersebut. Mereka punya latar belakang kejiwaan yang membuat mereka masuk dan mengobarkan perang itu. Dunia beberapa kali terguncang karena ada orang yang secara kejiwaan atau psikologis bermasalah. Dengan apa yang ada dibenaknya, ia mengobarkan sesuatu yang merusak dunia ini. Latar Psikologis mampu berdampak merusak dunia.

 

Dunia juga mencatat berlimpah kisah hidup orang-orang sukses yang sudah menjadi berkat bagi sesama manusia. Bisa jadi mereka tidak lahir dengan modal kesempurnaan, tetapi ada dorongan di benak mereka yang memicunya menjalani jalan hidup spektakuler yang menjadi berkat. Latar kejiwaan atau psikologisnya yang menjadi pemantik kesuksesannya. Kondisi kesehatan kejiwaan atau psikologis ternyata bisa membawa keberkahan buat orang lain.

 

Kesehatan kejiwaan atau kesehatan psikologis atau kesehatan mental bukan sesuatu yang cuma bisa menghadirkan kesehatan jasmani. Menambah imun! Kondisi kesehatan mental itu yang menjadi penentu apakah seseorang bisa menjadi berarti bagi dunia ini. Tidak semua orang bisa mendapat berkat untuk lahir dengan kondisi yang layak dan sempurna, baik jasmaninya maupun mentalnya, tapi keinginan untuk menjaga dan terus menaikkan kesehatan mentalnya akan membawa suasana kehadiran kerajaan Allah di muka bumi. Tiap orang bisa mengusahakan kesehatan mentalnya untuk bisa menjadi berkat.

 

Alkitab bilangnya “..pembaharuan  budi…” di Roma 12:2. Menjalani proyek pembaharuan budi akan menunjang kesehatan mental. Menjalani proses pembaharuan budi akan membuat dunia makin indah. Yang terlahir sombong akan berusaha rendah hati, yang terlahir culas akan belajar mau memperbaharui sikapnya jadi ramah. Pembaharuan budi ini yang bisa mencengangkan sesama, karena hanya Tuhan yang mampu merubahkan karakter dan sikap mental. Dunia bilang: “Watuk bisa sembuh, tapi kalau watak sulit sembuh!”, Kekeristenan menawarkan pembaharuan budi. Tuhan sanggup merubahkan karakter. Saat dunia sering terkejut dengan topeng yang dibentuk dengan balutan agama, pembaharuan budi akan menampilkan umat Kristen yang semakin hari semakin sehat mentalnya. Pembaharuan budi bisa merubahkan dunia. Pembaharuan budi bisa menghadirkan kerajaan Allah di muka bumi ini. Pembaharuan budi bisa membuat dunia yang makin sehat secara mental.

 

 

(kelanjutannya.....)

Pola

Banyak kali di tiap rapat, di tiap perbincangan, ada permintaan tentang “data”. Saat pengambilan keputusan akan dilakukan, biasa ditanyakan, “Bagaimana datanya?” Dengan data, saya bisa mengambil keputusan. Dengan data memang ada keputusan yang bisa saya ambil dengan mudah dan terasa tepat. Ada data sebagai dasarnya.

 

Bila keputusan itu adalah hasil sebuah pertanyaan sederhana, tersedianya satu data cukup bisa menyelesaikan masalah. Saya mau beli laptop, data yang saya perlu hanya apakah saldo uang saya cukup? Satu data bisa menjawab persoalan yang muncul. Namun ada banyak masalah yang saat akan diambil keputusannya, datanya tersebar dengan banyak. Tersedia setumpuk data untuk satu keputusan yang perlu diambil. Apakah saat ini memang masa-masa berakhirnya pandemi Covid-19 ini? Apakah harga tanah yang ditawarkan ini adalah harga yang termurah, jangan-jangan harga ini masih akan turun lagi? Sejumlah data tersedia harus diolah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini.

 

Hal terpenting saat berhadapan dengan banyak, sederet atau setumpuk data dan fakta adalah kemampuan untuk membaca pola yang ada. Mereka yang berinvestasi saham terbiasa dengan analisa seperti: Bollinger, Ichimoku, Fibonacci, dan lainnya. Itu sebenarnya adalah kemampuan membaca pola naik turunnya harga untuk bisa menganalisa harga yang akan datang. Kemampuan membaca pola ini juga dipelajari dalam matematika statistika. Titik-Titik data yang tersebar itu didekati dengan pola grafik yang dianggap paling cocok untuk kemudian dipakai untuk menebak kecenderungan data yang akan muncul kemudian. Apa itu pasti cocok? Tidak ada jaminan, tetapi seperti kata Pengkotbah “Yang sekarang ada dulu sudah ada dan yang akan ada sudah lama ada..”. Pengkotbah percaya bahwa di muka bumi ini selalu ada polanya, pola itu yang akan berulang dan pola itu yang berguna untuk menebak kejadian apa yang bakal terjadi.

 

Alkitab juga menampilkan pola. Pola di perjanjian lama yang kuat adalah bahwa Allah adalah penguasa alam semesta. Bagaimana Allah yang Maha Besar dan Maha Kuasa itu harus menjadi fokus utama manusia. Goliat menjadi hancur hanya karena ia mengolok-olok Allah Israel dan Daud tampil sebagai sosok alat yang dipakai Tuhan mempertontonkan kedahsyatan itu. Juga saat utusan raja Asyur mengolok-olok Allah Israel dan Raja Hizkia mau tetap percaya bahwa Allah sumber kekuatannya, maka Allah menghacurkan kecongkakan tentara Raja itu. Pola Allah yang menjadi sumber pengharapan dan kehidupan. Pola ketulusan kasih juga menjadi pola utama layanan Kristus di perjanjian Baru. Dengan belajar membaca pola, banyak hal bisa dipahami dan bisa ditebak penyelesaian permasalahan yang ada. 

 

Ilmu ini bisa begitu rumit kalau mau dipraktekkan dengan hitungan matematika. Minimal harus belajar regresi polynomial, belajar ilmu statistika yang mbingungi. Kalau cuma untuk menghidupi panggilan keseharian, kemampuan mengamati tiap kejadian akan membantu untuk membaca pola yang ada. Tiap kejadian akan menimbulkan respon spesifik dari tiap pelaku dan pihak terkait lainnya. Itu kalau diamati akan mampu menangkap pola yang mungkin bisa untuk membaca masalah yang ada. Bila saya tidak suka parfum, akan jadi ada yang perlu ditanyakan kalau saya tiba-tiba pakai parfum. Bisa jadi karena kakak saya yang banyak memberi saya parfum datang dan harus saya temui. ah… mosok..? Atau bila saya suka balik menantang bila diberi pertanyaan yang memojokkan,   mungkin itu pola yang perlu diamati untuk dilihat responnya bila memang tantangan itu ditanggapi. Bisa jadi saya benar-benar punya pola respon penyembunyian seperti itu.

 

Mengamati pola akan melatih untuk menebak respon dan mungkin bisa menambah kemampuan menyelesaikan masalah.

 

(kelanjutannya.....)

05 Desember 2021

Saya Bukan Malaikat

Di masa Adven saya sering melihat ornament malaikat, karena bisa jadi malaikat adalah pembawa berita sukacita Natal. Kehadiran malaikat dengan berita membahagiakan itu juga saya nantikan. Saya jadi ingat dengan jargon seperti judul di atas itu. Bisa jadi saya sering menyebutkan jargon itu saat ada orang yang membicarakan tentang banyak hal dalam kehidupan saya yang tidak sempurna. Mereka komplain dengan kelakuan saya, mereka komplain dengan karakter saya, mereka komplain dengan apa yang sudah saya lakukan. Saya bisa menjawab mereka dengan: “Saya bukan Malaikat”.

 

Ada kalanya saya menjawab itu berlandaskan ketulusan bahwa saya memang bukan malaikat yang tidak bisa salah. Saya  menyesal bila saya sudah salah. Saya berjanji akan berubah dan terus berusaha berubah. “Saya bukan malaikat” menjadi kunci pembuka permohonan maaf saya. Mohon dimaklumi bila saya salah, tapi saya janji akan terus berusaha berubah.

Ada kalanya saya cukup sakti menggunakan jargon judul tadi, untuk bilang bahwa saya memang bukan malaikat yang katanya sempurna. Jadi jangan pernah minta saya untuk jadi sempurna. Jangan minta saya untuk berubah, saya bukan malaikat. Jargon itu bisa jadi tempat untuk bersembunyi dari semangat pembaharuan yang akan Tuhan mulai dengan Natal. Kalau saya dianggap nakal itu karena saya memang  bukan mailaikat. Kalau ada yang kecewa dengan saya, itu karena saya bukan mailaikat. Saya juga bukan malaikat yang baik, jadi cukup terima saya seperti ini jangan minta saya untuk berubah. “Saya bukan malaikat” bisa jadi tempat bersembunyi yang baik dari semua usaha proses pembaharuan budi yang dituntutkan ke saya.

Bila Natal adalah awal proses karya Allah untuk pembaharuan dunia, maka di masa adven ini, sayapun harus bersiap untuk menyambut karya Allah untuk merubah saya. Apalagi katanya manusia itu akan menghakimi malaikat (1 Kor 6:3). Apa perlu saya masih tetap kukuh pada judul itu hanya sekedar saya malas berubah demi pembaharuan budi? Natal adalah karya Allah yang mengubahkan umat manusia, Adven semoga menyiapkan saya untuk menyambut proses pengubahan oleh Allah demi menyambut kasih Allah yang senantiasa ada itu.

Saya lebih dari malaikat karena Tuhan menganugerahkan akal budi untuk terus berubah oleh pembaharuan budi.

 

(kelanjutannya.....)

Mempersembahkan Sampah

Natal hampir tiba, sukacita mulai terasa. Natal juga punya tradisi persembahan Para Majus, oleh karenanya kini ada juga warta tentang persembahan Natal. Memberikan persembahan khusus di saat Natal menjadi suatu kebiasaan yang indah di perjalanan pelayanan ini. Apa yang akan saya persembahkan di Natal kali ini? Bolehkah saya mempersembahkan atau membawa sampah sebagai persembahan Natal?

Kalau saja saya membawa sampah ke area gereja, pasti itu akan membuat orang lain terusik, mengganggu orang lain. Tapi yang lebih penting dari itu, saya sendiri akan malu. Saya malu kalau orang lain tahu bahwa yang saya bawa adalah sampah. Point utama saya, kalau saya membawa sampah ke gereja, itu akan mempermalukan saya. Makanya saya harus berusaha dengan keras. Usaha keras untuk tidak membawa sampah atau usaha keras agar orang lain tidak tahu bahwa yang saya bawa selama ini adalah sampah. Banyak usaha yang bisa dilakukan. Di suatu kotbah pernah disindir bahwa kegiatan sosial ajakan menyumbang pakaian bekas, bisa jadi kegiatan untuk membebaskan rumah dari sampah pakaian bekas. Tergantung bagaimana saya menanggapi ajakan berbagi itu. Saya benar memilah baju bekas saya, atau saya bawa saja semua mumpung ada alasan untuk memindahkan beban baju bekas ini dari rumah.

Katanya persembahan itu bukan cuma uang. Persembahan juga bisa segala usaha yang bisa memuliakan Tuhan. Roma 12 : 1-2 begitu sering dibacakan melandasi liturgi persembahan di gereja. Sikap hidup dan karakter baik di kehadiran saya, itu bisa jadi persembahan buat Tuhan, maka karakter buruk dan segala kelemahan sikap saya adalah bukan persembahan yang baik. Itulah sampah! Tapi sampah itu lekat di hati dan kehadiran saya. Bisa jadi sampah itu adalah keengganan untuk taat pada prosedur, keengganan untuk berkorban, keengganan berubah memperbaharui karakter, keenganan untuk berendahhati. Semua sampah yang hadir saat saya juga hadir di pelayanan ini. Saya sadar itu sampah dan saya sadar itu akan mempermalukan saya. Saya harus berusaha keras! Berusaha keras agar sampah itu perlahan terkikis dan diperbaharui oleh proses pembaharuan budi yang diridhoi Tuhan. Atau, saya akan berusaha menutupi sampah-sampah itu, agar orang lain tidak tahu bahwa saya membawa sampah selama ini. Saya bisa menutupi sampah itu dengan status kemajelisan saya, saya bisa menutupi sampah itu dengan kemampuan saya untuk mudah marah dan tersinggung. Jangan berani bilang itu sampah saya, kalau gak minta saya ngambek. Saya bisa menutupi sampah karakter saya dengan tampil lemah lebut, sopan santun, seakan saya adalah malaikat, namun saat ada yang mengorek sampah saya, saya jadi bilang "saya bukan malaikat" agar saya terlepas dari kewajiban merubah karakter. Saya juga bisa tampil rohani mampu menudingkan jari ke orang lain, agar saya tidak dituding dengan ayat yang ternyata mengharuskan saya untuk berubah oleh pembaharuan budi.

Bisa jadi saya memang terus membawa sampah ini, Tapi ada lirik di lagu Andy Lau, Everyone is Number One, "..liú zuì rè de hàn yòng zuì zhēn de xīn..", kucurkan keringat yang paling panas dengan hati yang paling tulus. Usaha keras yang tulus! Mungkin ini persembahan Natal yang bisa saya persembahkan. Usaha keras pembaharuan budi. Persembahan kucuran keringat terpanas! Keringat perlambang usaha untuk mau berusaha mempersembahkan yang terbaik. Keringat itu senyatanya juga sampah air dari tubuh saya. Tapi memang saya adalah sampah dan hanya kasih karunia Natal yang mau mengindahkan sampah seperti saya ini.

(kelanjutannya.....)