……
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
……
Dulu di pelajaran Bahasa Indonesia, ada pelajaran sastra. Saya suka membaca beberapa buku atau puisi yang sempat disebutkan di pelajaran itu. Sebagian besar sudah terlupakan, mungkin cuma teringat judul atau penulisnya saja. Tapi sepenggal puisi Chairil Anwar itu, teringat kuat di benak saya puluhan tahun hingga saat ini. Entah mengapa, puisi itu terasa hidup di hidup saya ini. Binatang jalang!
Saya bukan anjing yang biasa menggonggongi musuh tuannya. Saya bukan kambing yang perlu bergerombol dalam menjalani kehidupannya. Saya juga bukan bebek yang perlu teman untuk bersuara riuh. Saya cuma binatang jalang yang terus mengembara sendiri di hadapan Sang Penciptanya. Saya menikmati kesendirian karena saya suka melamun dan berimajinasi. Bagai binatang jalang yang walaupun mungkin pincang dan ompong, ia tetap percaya diri untuk menjalani pengembaraannya. Riuh rendah suara sekitar tidak akan riuh rendah di benak saya, karena dalam kesunyian ternyata ada hadirnya Sang Pencipta saya.
Ada orang yang memerlukan label kenakalan atau kejalangannya untuk bisa jadi cerita kebanggaan. Mirip kayak kesaksian yang makin bisa menjelekkan keyakinan agama terdahulunya, akan makin terasa indah dan makin laku. Saya merasa tidak pernah bisa nakal dan jalang.
“Daniel, kamu mana bisa nakal, bayaranmu lho berapa? Gajimu cukup tha dibuat main di *******?” Itu kata seorang customer saya, yang tahu bahwa kantor saya terletak di daerah lampu merahnya Surabaya. Ada juga rekan sales lebih senior yang mengatakan, “Orang laki itu gak mungkin nakal kalau gak punya duit. Tapi nanti kalau kamu sudah punya duit, apa-apa yang dulu kamu gak kepikir malah akan jadi muncul dengan sendirinya”
Di hari ulang tahun ini, saya bersyukur bahwa Tuhan telah menangkap saya. Dalam tangkapan Tuhan saya bisa menikmati pengembaraan binatang jalang, tidak pernah kesepian dalam kesendirian dan kesunyian, tidak pernah gentar berhadapan dengan siapa dan apapun. Tuhan yang telah menangkap saya itu, adalah Tuhan yang hadir dalam penyelidikan dan pemeriksaan relung-relung imajinasi saya. Dalam kejalangan saya, ada doa Mazmur Daud, “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku” Tangkapan Tuhan ini juga hadir saat di kantong saya sudah ada kartu-kartu yang bisa untuk membiayai kenakalan-kenakalan baru. Saat segala berkat Tuhan itu ada, memang bisa menumbuhkan kejalangan baru. Hanya doa dan dukungan semua teman yang bisa meniadakan kejalangan yang merusak itu. Ampunilah kejalangan saya selama ini.