11 Oktober 2010

Tidak Takut Mati?

Membicarakan perihal kematian di hari ulang tahun bagi banyak orang adalah hal yang tabu, tapi kalau kematian itu sesuatu yang diluar kekuasaan kita, apa yang bisa kita lakukan untuk mempengaruhinya? Kita cuma bisa menyiapkan sikap dalam menghadapinya.

Dulu, waktu saya berusia belasan tahun, di suatu acara persekutuan doa pemuda remaja, Pak Pendeta Timotius Istanto meminta yang hadir untuk menuliskan apa yang akan kita lakukan kalau kita tahu bahwa umur kita hanya kurang seminggu saja. Semua orang menuliskannya di selembar kertas dan kemudian oleh beliau itu bacakan dan diulas bersama.

Hampir kesemuanya bernada sama, mereka semua menulis bahwa akan berbuat baik dalam berbagai bentuknya. Tulisan saya tidak juga dibacakan. Sampai terakhir, Pak Tim bilang,"Ini akan saya bacakan pendapat yang paling jelek, -Saya tidak akan melakukan apa-apa-". Karena kertas itu tidak diberi nama, maka tidak ada yang tahu siapa penulisnya. Banyak yang tertawa. Banyak yang mengganggap penulisnya tidak serius dan asal menulis tanpa berpikir, makanya menurut Pak Tim itu adalah pendapat yang paling jelek. Itu adalah tulisan saya.

Saya menulisnya dengan serius dan penuh kesadaran. Saya menganggap kenapa saya harus munafik dengan berbuat baik bila akan mati? Mengapa saya tidak jadi orang jahat saja? Apa hanya karena saya akan mati? Kalau saya tidak mau jadi jahat, dan saya memilih jadi orang baik bukankah itu pilihan hidup saya, bukan atas ketakutan akan kematian? Pikiran itu yang ada di benak saya saat itu. Kematian bukanlah hal yang menakutkan bagi saya saat itu. Dulu Papa saya menjelaskan soal kematian Mama saya dengan bilang ,"Saat ini di Sorga sedang ada pesta untuk menyambut Mama."

Tapi itu dulu, waktu saya masih remaja dan tidak punya apa-apa. Kini, meskipun belum juga kaya, saya sudah merasa mulai punya beberapa harta. Ada harta yang "ternilai" ada juga harta yang "tak ternilai". Ada yang bisa dihitung nilai uangnya (seperti yang saya laporkan di laporan tahunan pajak saya) dan ada juga harta yang tak ternilai. Harta yang berupa lingkungan ataupun orang-orang yang mengasihi dan saya kasihi. Rasanya harta yang tak teruangkan ini yang paling banyak saya punyai. Ada istri, ada anak-anak, ada teman dan rekan seperti anda, ada juga "musuh" yang penuh perhatian mengintai saya setiap saat. Semuanya ini menjadi sesuatu yang tak ternilai yang membuat hari-hari saya menjadi begitu indah. Hari-hari saya indah karena ada anda semua. Dan itulah harta yang saya miliki. Dengan berlalunya waktu dan usia, makin menumpuklah harta-harta saya.

Di hari ulang tahun ini, saat saya merefleksikan ulang sikap saya, masihkah tidak takut mati? Rasanya bukan ketakutan akan kematian yang sering membayang dibenak saya, tetapi apa saya berani berpisah dengan semua harta-harta saya? Dimana harta saya berada, disitu ada hati saya. Apapun alasannya, bisa jadi saat ini saya mulai takut mati. Takut karena hati ini sudah makin terikat pada harta-harta itu. Semoga Tuhan tetap senantiasa berkenan memberikan pencerahan di usia dan "harta" yang makin bertambah ini.

Tidak ada komentar: