Kalau nanti saya sudah tua, saya mau jadi apa ya? Sebenarnya ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Baru setelah hari minggu kemarin, hal itu jadi terlintas dan mungkin enak kalau mulai dipikirkan. Minggu kemarin itu ada pertemuan rutin Beasiswa. Seperti biasa, saya menemani siswa SMP dan SMA di kebaktian remaja di lantai 4. Tidak ada yang istimewa sampai ketika kebaktian baru mulai, Bu Eunice Soelmarso muncul. Lho, saya agak kaget. Seharusnya Bu Sul memimpin di pertemuan untuk anak SD jam 10 nanti. Ternyata Beliau sudah dijemput jam 8 kurang, padahal saya sudah mengingatkan agar menjemputnya jam 9. Saya jadi merasa bersalah. Beliau harus menunggu lama. satu jam lebih. Yang menjemput beralasan agar tidak terlambat. Ya memang tidak terlambat, apalagi kalau dijemputnya sehari sebelumnya dan nginep di gereja.....
Saat pembagian uang untuk siswa SMP dan SMA, saya melihat ada anak yang sudah 2 kali tidak hadir. Bila ia tidak hadir sekali lagi, maka ia akan digugurkan. Sebenarnya kasihan juga. Setelah pembagian itu, saat Bu Sul memimpin acara untuk anak SD, ada seorang bapak yang menemui saya. Ternyata ia orang tua anak yang dua kali tidak datang itu. Dia bercerita bahwa anaknya tidak mau datang ke gereja. Anak itu sering pulang malam bersama temannya, katanya bermain internet. Ayahnya sangat mengkawatirkannya. Bapak itu sering memarahi anak perempuan itu. Bahkan sampai memukulnya, terakhir dia menggunting rambut anaknya. Anak itu kemudian menjadi malu dan tidak mau ke gereja. Saya tidak tahu harus menjawab bagaimana. Saya tahu maksud Bapak ini baik, tapi ia juga salah dalam mengungkapkannya. Kasihan juga keadaan bapak itu, dia seorang mekanik Trailer yang saat ini PHK karena kontrak kerjanya habis. Dia tentu sangat menyayangi anak gadisnya. Dia ingin melindungi dari pergaulan yang kurang baik.
Setelah Bu Sul memimpin acara, saya menyampaikan cerita itu. Memang awalnya dengan maksud sekedar bercerita menemani beliau sambil menunggu untuk diantar pulang. Bagaimanpun saya merasa bersalah karena Beliau telah dijemput dengan sangat pagi. Ternyata Bu Sul sangat menaruh perhatian dengan masalah ini. Beliau mau membantu menyelesaikan masalah ini. Saya bergegas mencari Bapak itu lagi, untunglah beliau belum pulang. Saya mempertemukannya dengan Bu Sul. Latar belakang Bu Sul sebagai seorang guru memampukannya berbicara dengan baik dengan Bapak itu. Bu Sul bisa memberikan nasihat dengan baik. Bapak itupun terlihat sangat antusias mendengarkan solusi yang disampaikan Bu Sul. Bu Sul menyampaikan agar Bapak itu meminta maaf kepada anak gadisnya. Bu Sul malah menawarkan bila anak itu mau, anak itu bisa tinggal dirumahnya untuk sementara waktu sambil beliau menasehatinya. Suatu tawarkan yang sangat berani, yang menggambarkan kemauan untuk membantu. Kemauan untuk berkorban dan repot karena masalah orang lain. Ibu ini sudah berumur tapi masih tetap bersemangat. Beliau masih kuat untuk naik turun tangga sampai ke lantai 4 gedung pertemuan. Beliau juga masih mau untuk direpoti oleh orang lain. Apa tidak capek ya?
Beberapa saat yang lalu saya mengenal suami istri yang juga sudah masuk pada usia emas. Semua anaknya telah berumah tangga sendiri. Kini mereka hanya tinggal berdua saja. Mereka masih terlihat sangat sehat dan kuat. Saat saya menyampaikan beberapa ide untuk mengisi waktu luangnya, Sang Istri langsung menjawab, "Wah, males dah, nanti bisa-bisa saya lagi yang repot." Melalui banyak perbincangan saya bisa menebak bahwa keluarga ini memang banyak mendapatkan penghasilan dari usaha sang istri. Ibu ini memang seorang wanita yang sangat enerjik untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarganya. Sang Bapak adalah seorang lelaki yang lebih kalem dan mungkin juga menjadi banyak merasa tertekan dengan semangat dan ambisi istrinya. Kini di saat mereka memasuki usia emas, sang istri ingin beristirahat dari segala kelelahannya mencari tambahan penghasilan. Sang suami juga mengisi waktunya dengan banyak menonton televisi hingga sering tertidur di kursi kesanyangannya. Bapak ini ingin juga beristirahat dari semua aktivitas yang dulu menekannya. Mengejar setoran yang sudah ditargetkan oleh sang istri. Kini, mereka memang tidak berkekurangan secara materi. Anak menantunya sanggup membiayainya. Usia Emas bagi mereka adalah saat untuk istirahat dan jangan repot lagi. Sudah capek.
Dua kondisi, dua keadaan yang tidak bisa diperbandingkan untuk dicari mana yang benar dan mana yang salah. Dua kondisi yang mungkin cuma bisa jadi pilihan saya nanti. Saya mau jadi yang mana? Kalau nanti saya tua saya mau jadi apa? Jadi orang seperti Bu Sul yang tetap bersemangat bekerja dan melayani. Ataukah saya akan beristirahat saja, karena saat ini saya sudah bekerja terlalu keras dan terlalu capek.
Akankah saya masih tetap ingat bahwa bekerja adalah bagian dari hidup ini. Bukan hasil kerja yang menjadi sesuatu yang akan saya nikmati, tetapi proses bekerja itu sendiri yang menjadikan hidup ini bisa lebih berarti dan berguna bagi sesama dan diri saya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar