Kata ini sempat menjadi kata kunci di pengalaman saya kali ini.
Pagi hari itu saya akan balik ke Surabaya dari Shanghai. Pesawatnya akan transit di Hongkong, baru kemudian ke Surabaya di sore harinya. Saat turun dari pesawat di Hongkong, dengan iseng kita bercanda, "Semoga pesawatnya rusak lalu delay, jadi bisa menginap gratis di Hongkong." Saat menunggu keberangkatan, waktu berlalu begitu saja. Kamipun menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di Airport yang ramai dan besar itu. Tanda-tanda panggilan untuk masuk ke pesawat belum juga ada. Kemudian ada pemberitahuan untuk mengambil kudapan di sebuah café, karena ada penundaan keberangkatan. Beberapa saat kemudian diumumkan penundaan penerbangan sampai esok hari. Uppss…. jadilah kenyataan guyonan itu. Ada teman yang bilang,"Makanya kalau bicara itu jangan ngawur."
Kami menginap semalam di Hongkong untuk menunggu penerbangan esok. Namun ternyata cuaca sedang hujan hingga kami hanya bisa di Hotel. Untunglah ada makan malam yang berlimpah ruah, hingga malam itu bisa diisi dengan makan dan makan dan makan.
Esok paginya kami melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Setiba di Juanda, kembali saya iseng lagi. Saat menunggu bagasi keluar, saya bercanda,"Rasanya bagasinya ketinggalan jadi bisa diganti uang." Setelah lama menunggu dan sampai ban berjalan itu berhenti, koper saya tidak muncul juga. Bagasi saya hilang beneran! Saya hanya bisa melaporkan kehilangan ini ke bagian Lost and Found. Yang saya ingat cirinya hanya berwarna abu-abu dan beratnya 20,5 kg.
Saya melangkah keluar Juanda dengan hati galau, mungkin memang benar kata teman-teman penganut paham NLP. Minimal kata para sesepuh, inilah Kualat itu. Rasanya memang saya harus bertobat dari keisengan lidah ini. Terngiang nasehat seorang rekan ,"omonganmu itu bisa jadi doamu lho…. diucapkan oleh mulut, didengar oleh telinga dan disimpan di otak. Kalau sampai dikabulkan oleh Tuhan, baru kapok kamu…" Saya selalu menjawab ,"Mosok sih Tuhan itu gak pinter…"
Siang itu Surabaya hujan lebat. Menurut sopir taxi, inilah hujan terlebat di awal musim hujan ini. Banyak jalan tergenang. Hujan turun lebat selebat hujaman ingatan akan semua masukan dari para sahabat dan teman yang aktif di MLM, agen asuransi dan Neuro Linguistik Programming. Kali ini saya benar-benar kualat rasanya. Makin menyesal saat ingat beberapa oleh-oleh yang ada di dalam koper itu.
Tiba-tiba saya ingat bahwa saya tidak membawa kunci rumah. Kunci rumah itu ada bersama kunci mobil, kali ini saya tidak membawa mobil jadi juga tidak membawa kunci rumah. Saya ingat bahwa istri dan anak-anak saya sedang ada acara keluar kota dan baru pulang sore hari. Rumah saya kosong. Hujan masih saja lebat. Saya tidak tahu harus bagaimana. Mau menuju tempat lain takut terjebak kemacetan karena banjir. Rasanya komplit sudah penderitaan ini. Akhirnya saya nekad tetap menuju rumah, dengan ide bisa memanjat pagar yang dua meter lebih itu. Asal bisa memanjat pagar, saya bisa menunggu di teras rumah. Kini saya berpikir keras mensimulasikan cara memanjat pagar rumah. Rasanya sih bisa. Tapi bagaimanapun saya belum pernah melakukannya.
Saya cuma bilang ke sopir taxi itu ,"Nanti Bapak tunggu sebentar ya... Kalau saya berhasil memanjat pagar, Bapak bisa langsung pergi, bila saya gagal, tolong saya diantar ke tempat lain." Dan hasilnya, saya berhasil memanjat pagar rumah, karena saya juga tidak direpotkan dengan bawaan koper saya yang besar dan berat.
Tiga hari kemudian saya ditelpon dengan kabar bahwa koper saya sudah ditemukan dan bisa diambil. Koper itu tertinggal di Hongkong karena labelnya hilang, mungkin saat transit ada yang tidak sengaja menariknya lepas. Tidak ada satu barangpun yang hilang dari koper saya itu.
Saya merenungkan semua kejadian ini, apa benar saya kualat dan terkabulkannya "doa iseng" saya itu? Kualatkah saya? Saya berkesimpulan saya tidak kualat, Tuhan itu baik. Saya tidak mungkin melompati pagar rumah bila saya harus membawa koper yang besar dan berat itu. Bila hanya saya saja yang melompat pagar, koper itupun pasti basah kuyup kehujanan. Saya makin yakin bahwa Tuhan itu Pintar! Ayo kita guyonan lagi….. Saya ingat nasehat seorang teman yang sudah Profesor: "Guyon ya guyon…. Tapi kalau serius itu ya guyon…"
This email has been sent from a virus-free computer protected by Avast. www.avast.com |