Lagi BeTe ya? Jelas bukan la. Itu tema kegiatan GKI Membaca Diri yang diadakan di Hotel Sativa, Pacet, 30 April sampai 1 Mei 2015. Singkatannya: Lesbian Gay Bisexual Transgender. Ada juga yang menyebutnya LGBTIQ, Lesbian Gay Bisexual Transgender Intersex Questioning.
Kegiatan GKI Membaca Diri ini, adalah kegiatan rutin dari Klasis Madiun untuk membedah banyak persoalan praktis di lingkungan jemaat yang terasa pelik bagi gereja (dalam hal ini GKI) untuk bersikap. Kali ini kita mendengarkan pendapat Pdt. Stephen Suleeman dan Ibu Khanis Suvianita dari GAYa Nusantara Foundation.
Dua pembicara ini memaparkan kenyataan adanya sekelompok orang yang termasuk dalam kelompok LGBTIQ ini. Pada awalnya kondisi ini dianggap sebagai suatu penyakit yang harus disembuhkan, tetapi saat ini ilmu psikologi menyatakan bahwa ini bukanlah suatu penyakit melainkan orientasi seksual yang berbeda. Sekitar tiga persen manusia ada terlahir di dalam kelompok ini, bahkan Ibu Khanis menyatakan bahwa ada peneliti yang menyatakan jumlah itu sampai sepuluh persen. Bila banyak orang merasakan bahwa jumlah ini meningkat akhir-akhir ini, hal ini hanya disebabkan oleh makin beraninya kelompok ini untuk "coming out" menyatakan identitasnya.
Memang banyak bias yang terjadi. Banyak orang yang menganggap bahwa seorang pria yang feminin "melambai" adalah pasti seorang gay. Pernah ada juga guyonan, "Pria yang mengenakan satu anting di sebelah kanan adalah gay. Lha kalau yang satu anting di sebelah kiri? O.. Itu gay kidal." Banyak juga yang menganggap wanita yang tomboi adalah lesbian, padahal banyak lesbian yang sangat feminin.
Alkitab memang menyatakan kutukannya akan kelompok ini, yang terkenal adalah kisah Sodom dan Gomora yang sering diceritakan dimusnahkan karena melakukan hal ini. Pdt Stephen menunjukkan bahwa Sodom dan Gomora bukan mutlak masalah homosexualitas, karena Lot menyerahkan anak perawannya untuk mereka perkosa. Masalah perkosaan selalu muncul sebagai bagian ketika suatu kelompok ingin menunjukkan kekuasaannya atas kelompok lainnya. Banyak ayat dan tradisi menyiratkan bahwa dosa Sodom dan Gomora adalah kekejaman dan kesombongannya.
Di beberapa bagian Alkitab juga tersirat hubungan antara dua manusia sejenis yang begitu mendalam. Rut dan Naomi yang penggambaran hubungan di antara mereka dengan "hingga maut memisahkan mereka" (persis seperti penggambaran hubungan pernikahan). Daud dan Yonathan yang di gambarkan bahwa cinta Daud dalam hubungan itu melebihi cintanya pada seorang wanita.
Pengalaman menyatakan bahwa kegagalan ditemukan saat kita berusaha menyembuhkan kelompok ini. Banyak orang berpikir mereka sudah menyelesaikan masalah dengan menikahkan kelompok LGBTIQ ini dengan lawan jenisnya dan berharap mereka menjalani kehidupan seperti orang normal lainnya. Banyak kasus menunjukkan bahwa ini bukanlah penyelesaian masalah, hanya menyembunyikan atau menekannya sementara. Banyak diantara pasangan ini akhirnya bercerai, setelah mereka merasa telah menyelesaikan tugasnya dalam menjalankan fungsi sosial yang dianggap normal oleh keluarga atau masyarakatnya. Ada juga kasus dimana seorang Bapak yang paruh baya yang mengambil keputusan untuk menjalani hidupnya sebagai seorang gay setelah selesai menikahkan anaknya. Ia merasa telah selesai menjalankan tugasnya sebagai manusia yang "normal" dan kini ingin hidup dalam lingkungan yang hakiki seperti suara hatinya.
Kondisi ini memang membawa gereja dalam keadaan untuk memikirkan ulang tentang pandangannya terhadap LGBT. Bagi saya ini tantangan besar gereja, sama seperti ketika gereja menganggap bahwa bumi adalah pusat dari tata surya sedang ilmu pengetahuan mengatakan bahwa mataharilah yang menjadi pusat tata surya kita. Perlu banyak pergumulan untuk menerima dan bergaul bersama dengan mereka yang LGBTIQ ini. Memang tidak mudah karena banyak norma di masyarakat kita yang belum dapat menerima hal ini. Sama juga saat alkitab tidak menentang budaya perbudakan di jamannya. Demikian juga saat budaya penolakan atas kepemimpinan perempuan. Tetapi alkitab juga memberanikan diri untuk bisa mencetuskan pilihan yang inklusif saat injil bisa diberitakan di luar komunitas Yahudi.
Semoga Roh Kudus memampukan kita untuk menilai dan menimbang segala sesuatunya untuk kemuliaan Tuhan. Bagaimana pendapat anda?
(kelanjutannya.....)