24 Juli 2013

Sakit di China

 Perjalanan ke China kali ini sungguh terasa lain. Beberapa minggu menjelang keberangkatannya saya harus banyak pergi ke luar kota. Ke Samarinda, Makasar, PMK di Malang, lalu ke Balikpapan. Sabtu malam mau berangkat, Selasanya saya demam. Rabu dan Kamisnya saya istirahat total karena diare juga. Dokter tidak bisa mendiagnosa apa-apa karena saya hanya demam sehari. Saya hanya mendapat vitamin dan antibiotik. Jumatnya saya harus di kantor untuk mengatur gajian dan mengatur tugas selama saya pergi. Sabtu badan saya terasa lumayan enak. Diare saya sudah sembuh. Saya mantap untuk berangkat. Yang penting saya tidak demam, karena saya takut dikarantina atau bahkan dicegah masuk negara lain kalau terpantau sensor suhu tubuh di Singapore atau Beijing.

Sewaktu transit di Singapore saya mengalami diare lagi. Saya minum obat lagi. Perut saya terasa mual dan kembung. Kondisi ini membuat saya mencoba tidur saja dan beberapa kali ke toilet. Seharusnya penerbangan lebih dari 6 jam dengan SQ ini menyenangkan bagi saya, saya bisa menonton minimal 2 film. Hal langka yang sulit saya lakukan di keseharian.

Saat ini musim panas di China, Beijing sangat ramai. Cuaca panas bahkan lebih panas dari Surabaya.Kita beristirahat sehari di Beijing sebelum melanjutkan perjalanan dengan kereta api super cepat (300 km/jam) selama lebih dari 3 jam. Ternyata kondisi saya tidak membaik, tapi juga tidak memburuk juga, hanya diare dan perut yg kembung melilit. Keesokan paginya saya makan tidak terlalu banyak, sepotong roti dan susu kedelai. Siangnya saya tidak merasa lapar, jadi saya tidak makan apa-apa. Kondisi ini yang ternyata memperburuk keadaan saya. Diare saya memang sudah berhenti, tapi itu pasti karena obat diare yang saya minum, sedangkan penyebab diare itu pasti belum teratasi. Di atas kereta api itu kondisi saya memburuk, perut terasa sangat sakit melilit. Beberapa kali saya mau muntah, tetapi tidak ada yang bisa keluar, karena perut saya memang kosong. Saya mengirim SMS ke teman yang akan menjemput kami, saya minta untuk dibawa ke dokter atau rumah sakit terdekat dengan stasiun kereta api tujuan. Sebenarnya kita masih harus menempuh perjalanan lebih dari satu jam lagi dengan mobil. Walaupun sakit, saya tidak terlalu panik, karena saya pingin juga punya pengalaman ke dokter di China. Saya sering diceritai bahwa dokter bisa mendiagnosa pasiennya dengan menempelkan tiga jarinya di pergelangan tangan pasiennya. Saya ingin mencoba pengalaman itu.

Saya dibawa ke rumah sakit, mereka menyarankan saya periksa darah. Periksa darah dilakukan di loket. Kita hanya diminta menjulurkan tangan kita ke loket itu. Saya mengajukan lengan kanan saya. Petugasnya melihat tanpa menyentuh tangan saya, dia menggeleng dan minta tangan yang lain. Saya menjulurkan tangan kiri saya ke loket. Tanpa bicara dia mengusapnya dengan kapas beralkohol dan langsung menusukkan jarum, begitu cepat dan tanpa basa-basi. Saya sebenarnya kaget, tapi juga kagum. Karena kalau saya donor darah dari tangan kanan memang alirannya lambat, tidak secepat bila dari tangan kiri. Petugas itu mungkin sudah bisa menebak itu. Hebat juga. Hasil pemeriksaannya tidak diambil di loket itu, tetapi dicetak di mesin di luar loket itu. Kita hanya diminta menempelkan kartu magnetik yang kita terima saat mendaftar. Semua urusan cuma dengan menunjukkan kartu itu. Sistim komputer mereka sudah terhubung dengan baik. Mereka tidak dapat mendiagnosa apa-apa, karena hanya ada peningkatan jumlah sel darah putih saja. Saya hanya disuntik dengan penghilang sakit sampai bisa tiba di kota yang hendak kami tuju.

Perjalanan selanjutnya tetap menyakitkan bagi saya, rasanya tidak ada pengaruh apa-apa dari suntikan tadi. Tiba di kota kecil itu, kita langsung menuju rumah sakit. Mungkin ini kota kecamatan. Sekitar 600 km lebih dari ibukota dan 100 km dari stasiun kereta api besar. Mungkin dari Jakarta ke Semarang lalu menuju Wonosobo. Jalan masuk rumah sakit itu banyak polisi tidurnya, walau kita naik mobil mewah, tapi hentakan itu terasa menyakitkan perut saya. Rasanya rumah sakit ini kecil saja.

Di rumah sakit itu banyak juga orang yang antri, banyak loket sudah tutup dan ini mungkin bagian UGDnya saja yang masih buka. Ada sekelompok pekerja berseragam yang mengantar rekannya yang berdarah-darah, ada juga anak kecil yang luka di kepalanya dan berteriak-teriak. Rumah sakit itu tidak terlalu bersih, tapi cukup baik juga. Saya hanya menunggu sebentar untuk dilayani dan diperiksa. Dokternya tidak bisa inggris dan saya tidak bisa mandarin. Saya bergantung pada sekretaris perusahaan yang cakep ini. Dia yang menjadi penerjemah kita. Saya sudah pasrah kalau harus opname di sana. Mereka akan melihat kondisi saya dalam dua jam. Saya disuruh tiduran dan akan diinfus. Seumur hidup, baru kali ini saya diinfus. Ranjang itu pasti sudah dipakai banyak orang, bersprei putih tapi sudah lusuh juga. Di kamar itu ada 4 ranjang. Tidak ada pilihan bagi saya. Saya berbaring saja dan mencoba tidur. Saya bisa tertidur dan kondisi saya jadi segar saat terbangun. Saya boleh pulang dan tidur di hotel, besoknya saya harus kembali lagi. Entahlah apa yang membuat saya jadi cepat sembuh, obat yang diinfuskan atau sekretaris cakep yang menunggui saat saya tertidur tadi. Hahahahahaa.....

Saya mendapat obat, dia bilang, dua butir sehari. Saat di Surabaya saya diberi antibiotik yang juga dua butir sehari, pagi dan malam saat setelah makan. Saya langsung berpikir, pasti obatnya sejenis. Jadi saya minum obat itu sebutir malam itu dan esok paginya sebutir lagi saat setelah sarapan. Kondisi saya membaik dengan obat itu. Baru setelah lima hari kemudian, saat di penerbangan pulang, di sebelah saya dokter lulusan Jerman. Saya tanya soal obat itu, ada sedikit nama obat yang ditulis latin, lainnya dalam mandarin. Dokter itu menjelaskan bahwa obat itu harus diminum saat perut kosong, sebelum makan pagi dan langsung dua butir. Lha mana saya tahu... tapi syukur masih bisa sembuh juga. Nah kan, pasti sembuhnya bukan karena obat itu... tapi karena... HUS!

Esok paginya setelah sarapan saya dijemput untuk kembali ke Rumah sakit itu lagi. Di pagi itu barulah nampak situasi sebenarnya rumah sakit itu. Padat benar! Mirip situasi di RSUD Dr. Sutomo, atau di pasar Atom ya? Orang begitu banyak, ratusan orang antri, Cina semua! Gila, saya pikir berapa lama saya harus menunggu? Tapi yah apa boleh buat... Ternyata cuma beberapa saat saya sudah dipanggil dan masuk kamar yang kemarin, berbaring dan diinfus lagi. Kali ini malah dua botol. Karena tidak mengantuk saya menunggu sambil melihat situasi kamar itu. Banyak pasien dari kalangan kurang mampu, penampilan mereka sangat lusuh. Tapi pelayanan disini sangat cepat. Ketika botol infus saya sudah hampir habis, saya mulai bingung bagaimana caranya memanggil perawatnya? Tapi perawat itu datang tepat pada waktunya mengganti dengan botol kedua. Saat botol kedua habis, iapun datang tepat waktu. Hebat sekali.

Pelayanan antar loketpun hanya dengan membawa kartu magnetik yang kita terima saat pendaftaran awal. Mereka dapat melihat data dengan menggesekkan kartu itu saja, begitu praktis.

Karena sakit, saya memutuskan untuk beristirahat di hotel saja, tidak ikut meninjau pabrik ataupun pergi ke tempat lainnya. Hanya siang mereka menjemput saya untuk makan siang lalu balik ke hotel dan sore menjemput lagi untuk makan malam. Entahlah , mengapa kali ini saya bisa membawa buku yang sangat tebal. Buku "Man of Honor – William Suryajaya" tebalnya lebih dari 600 halaman. Harusnya saya tidak membawa buku setebal itu, karena saya akan naik Singapore Airlines yang filmnya bagus-bagus. Entahlah juga saya tetap memasukkan buku itu ke tas. Tapi ini sangat membantu, jadilah berhari-hari saya pakai waktu saya untuk membaca hingga selesai buku biografi William Suryajaya yang sangat mengagumkan itu. Di hotel sendirian, tidak terlalu merisaukan saya. Selain membaca saya bisa melamun. Saya sempat juga melamun tentang surga dan saya berusaha merenungkan apa surga itu menurut saya. Entahlah mengapa itu yang terlintas di benak saya. Tapi di lamunan itu saya berhasil merumuskan arti surga buat saya. Hal yang sering saya lakukan dengan lamunan-lamunan saya untuk masalah lainnya.

Di hari terakhir saya sebelum pulang, siang itu saya diantar ke hotel setelah makan siang sekitar jam dua siang, jam setengah enam sore sudah dijemput lagi untuk makan malam. Saya masih merasa kenyang, tapi apa boleh buat. Malam itu kita makan malam di restoran yang kelihatannya sangat eksklusif. Teman-teman saya sudah balik ke Beijing, tinggal saya sendiri malam itu. Malam itu Bos pemilik pabrik yang saya kunjungi mengajak teman-temannya untuk makan malam bersama. Bahasa Inggris mereka sangat terbatas, jadi kita tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Di sebelah saya duduk sekretaris perusahaan yang lancar berbahasa inggris. Saya hanya bisa berbincang dengannya. Ternyata makan malam itu bukan hanya makan saja, mereka bercengkrama sangat meriah, entahlah apa saja yang mereka perbincangkan, kadang tertawa kadang juga berdebat seru. Tidak semua perbincangan itu diterjemahkan untuk saya. Bingung juga. Jadilah saya berbincang sendiri dengan sekretaris itu. Saya terkejut saat dia bertanya ,"Do you believe that there is life after death?" Saya kaget kenapa dia bertanya begitu dan saya juga kaget karena beberapa hari yang lalu ini saya berpikir juga tentang hal itu. Saya merasa sudah dipersiapkan untuk bicara tentang itu. Saya bisa menjawab dan menjelas pertanyaan itu dengan cukup panjang. Entahlah kenapa semua ini sepertinya sudah disiapkan. Buku tebal yang saya bawa, lamunan tentang surga dan pertanyaan tentang surga?

Tuhan selalu tahu apa yang akan terjadi. Memang tidak ada pengalaman diperiksa dengan tiga jari oleh dokter di China. Tapi pengalaman untuk bercerita tentang kepercayaan Kristen kita ke orang di sana menjadi sesuatu yang indah buat saya. Juga saat saya cerita tentang cerita Emak saya, tentang huruf mandarin "lai" yang berarti datang, huruf mandarin itu ada salibnya di tengah dan di kanan kiri bawah salib itu ada dua goresan yang berarti orang. Emak saya bilang,"Itu artinya orang harus datang di bawah salib." Saya sampaikan hal itu juga ke dia. Dia kaget dan berkata bahwa dia baru dengar tentang itu. Yah, semoga Roh Kudus yang meneruskan karya berita itu untuknya.

Tidak ada komentar: