15 Juli 2022

Kaizen

Kaizen itu sering muncul di banyak pelajaran tentang manajemen. Khususnya di banyak perusahaan yang menaruh perhatian pada peningkatan mutu produknya. Kaizen itu adalah slogan yang ditanamkan di semua bagian dalam perusahaan itu. Dikit-dikit selalu Kaizen! Setiap hal akan diselesaikan dengan jalan Kaizen. Kaizen suka mencari masalah yang ada, Kaizen harus menemukan hal yang kurang sempurna, Kaizen harus menjadikan semuanya jadi lebih baik.

 

Dengan Kaizen, masalah akan dicari dan sengaja dibuka, tentunya untuk diselesaikan dan dicari jalan penyebab dan solusinya, agar tidak terulang lagi. Kondisi yang ada, makin hari harus makin baik. Dengan Kaizen tidak ada orang yang perlu merasa malu kalau disebutkan masalahnya, karena semua orang tidak sempurna, jadi semua orang pasti pernah salah dan semua orang perlu memikirkan penyelesaian masalah itu agar semuanya bisa jadi makin baik. Kaizen tidak memberi ruang untuk menstigma pihak pengungkap masalah dengan kesombongan, karena masalah satu bagian akan menjadi pemikiran bagi semua bagian dalam menyelesaikannya. Kaizen juga tidak memberi ruang bagi pihak yang ingin menikmati suasana tidak mau berubah. Kaizen selalu menuntut perubahan.

 

Kaizen itu Bahasa Jepang, kalau dibaca dengan lafal mandarin (dengan karakter huruf yang sama) jadinya Kaishan (Pinyin-nya: Gaishan), artinya meningkatkan mutu. Arti Kaizen sebenarnya adalah perbaikan yang berkelanjutan. Selalu saja ada hal yang bisa diperbaiki dan jadi makin sempurna. Di Kaizen musuh dari yang terbaik itu bukan yang jelek, tapi yang sudah baik. Setiap hal harus makin baik dan jadi tambah baik.

 

Kaizen itu tidak beragama. Jadi haruskah Kaizen itu tidak ada di gereja? Yang utama di Gereja itu adalah ibadahnya. Di Ibadah mingguan, selalu saja ada liturgi pengakuan dosa. Jemaat diminta mengaku dosa dan kesalahannya, bisa jadi memang yang diakui ya itu-itu saja. Dari tahun-tahun silam bisa jadi pengakuan dosanya cuma tentang sifat-sifat buruk yang itu-itu juga. Saya yang sukanya nipu, akan selalu mengaku dosa sudah menipu lagi. Saya yang sukanya tidak mau mengaku salah, ya lagi-lagi doa minta ampun  untuk itu lagi, itu lagi. Kenapa ya koq saya tidak berdoa, “Tuhan yang Maha Tahu, Tuhan khan sudah tahu kalau saya begini, kenapa koq Tuhan gak tahu sama tahu saja. Saya tidak perlu mengaku dosa ini-ini lagi. Ya Tuhan maklumi saja saya ini, Tuhan yang Maha Kasih bisa maklum dengan kondisi saya ini”. Ternyata liturgi pengakuan dosa itu tetap menuntut pengakuan dan setelah itu ada Berita Anugerah bahwa saya sudah diberi anugerah untuk bisa jadi lebih baik. Itu Kaizen di ibadah Minggu! Kaizen ada di Ibadah Minggu.

 

Kalau di luar hari Minggu Kaizen menuntut perubahan di segala aspek pelayanan, bisakah saya menolaknya? Dulu begini tidak masalah, koq sekarang ini dimasalahkan? Mengapa Kaizen itu perlu dipaksakan, ini bukan perusahaan, Coy! Semangat Protestan yang melakukan segala sesuatu dengan segenap hati seperti untuk Tuhan bukan untuk sesama, itulah Kaizen. Kalau di perusahaan saja bisa diminta melakukan yang terbaik, bisakah di gereja yang katanya untuk Tuhan itu ditumbuhkan semangat yang terbaik? Kaizen…..

 

(kelanjutannya.....)