31 Mei 2022

Merusak Tanpa Berbuat

Pelesir memang bisa memberikan banyak ide. Di satu temat wisata ada larangan untuk mencorat-coret bebatuan dan dinding yang ada. Dilarang berbuat itu karena bisa merusak keindahan. Tindakan yang tidak boleh diperbuatkan karena bisa merusak. Ini mengingatkan saya akan peristiwa yang lain. Apakah untuk  merusak itu perlu suatu perbuatan? 

Saya teringat, kalau saja gambaran tentang seorang ibu itu hanyalah seorang wanita yang melahirkan anak, tanpa harus membesarkannya. Kalau saja gambaran itu saya pelihara dan terus saya tanamkan di benak saya, maka saya akan bisa berpikir bahwa sewa rahim itu baik dan efisien. Tidak perlu repot-repot membangun sebuah pernikahan dan keluarga. Seorang ibu yang tidak berbuat memenuhi kewajibannya bisa menimbulkan pola pikir yang merusak kaidah yang ada. Kalau saja saya melakukan tugas penatua itu cuma untuk hari minggu dan sebatas mengumpulkan kolekte, maka saat pandemi ini berlangsung, orang bisa berpikir penatua itu tidak perlu ada dan kalaupun ada tidak perlu banyak-banyak. Kalau saja di kantor saat saya dulu bekerja sebagai sales engineer, saya tidak mau belajar  hal baru dan tidak berusaha menjawab banyak pertanyaan teknis pelanggan, bisa jadi kantor itu tidak akan lagi mencari karyawan lulusan ITS. Apa yang tidak saya lakukan dan perbuat ternyata bisa merusak sesuatu.

Kalau untuk merusak itu dapat dilakukan dengan tanpa berbuat sesuatu, lalu saya harus bagaimana? Melakukan bisa salah, tidak melakukan bisa salah juga? Saya yakin saya memang manusia lemah, bisa cenderung salah dalam berbuat, bisa salah dalam bertindak. Tapi semangat untuk mau berubah akan membuat saya bangkit saat saya salah. Bangkit dan bertumbuh dari salah demi salah yang terjadi akan lebih bertanggungjawab daripada tidak melakukan apa-apa dengan alasan takut salah. Pro aktif, itu kata yang bisa saya jadikan landasan untuk tidak merusak dengan tidak berbuat apa yang bisa saya lakukan. Pro aktif karena katanya Roh kudus itu dilambangkan dengan nyala api yg hadir dengan sinar yang menerangi. Hadirnya saja sudah menerangi. Kehadiran yang membawa karya.

Silent is golden. Itu benar, tapi itu bukan sikap baik dan tepat dalam karya layanan menghadirkan kerajaan Allah dimuka  bumi. Berkarya dan berpelayanan mumpung hari masih siang, bekerja dengan ketulusan yang berarti tidak takut salah dan tidak menyembunyikan kemalasan dengan beralasan takut salah. Bisakah saya merasa lebih bersalah kalau saya tidak berbuat apa-apa daripada salah oleh karena salah bertindak? 

Saat saya tidak dapat melepaskan diri dari peran atau profesi yang saya jalani, bisa jadi saya adalah duta dari peran dan profesi itu. Apa yang tidak saya lakukan dari peran dan profesi itu bisa jadi menurunkan nilai serta arti peran dan profesi itu. Peran dan profesi yang ideal itu bisa tercampakkan nilainya saat saya melakukannya asal-asalan. Saya merusak nilai peran dan profesi itu saat saya tidak berbuat apa yang seharusnya saya lakukan.

Anak jaman now katanya punya istilah: Gabut! Apa saya hanya cari-cari alasan untuk menikmati indahnya Gabut? Bok gitu la Daniel……
(kelanjutannya.....)

12 Mei 2022

Potret Diri

Judul ini terlintas setelah liburan panjang kemarin, setelah menjadi sopir dan kasir untuk suatu rangkaian perjalanan wisata. Beruntung saya punya teman yang hobi dan kompeten untuk mengatur rangkaian perjalanan. Dia yang selalu mengaturkan rangkaian  perjalanan ke mana saja saya pergi. “Sekarang wisata itu khan untuk menyenangkan anak-anak, jadi cari tempat yang mereka suka. Anak sekarang itu cuma cari obyek yang bagus buat foto-fotoan.” Dulu wisata itu cari tempat sejuk, cari tempat tenang, sekarang dah beda! Maka jadilah rangkaian wisata yang menghasilkan banyak foto dan spot video.

 

Foto dan potret jadi hal penting saat ini. Foto dan potret diri harus bagus, sebagus mungkin agar indah membanggakan. Foto bagus bisa berarti foto tanpa cacat. Kayak iklan kosmetik yang menampilkan Glowing Flawless Face, bercahaya tanpa noda tanpa bintik jerawat. Betapa indah bersinarnya. Lalu adakah semua punya kemewahan itu? Potret diri Flawless Face? Haruskan saya menjalani kehidupan bersama di pelayanan ini dengan potret diri Flawless face? Hidup indah tak bercacat cela di hadapan orang lain? Lha katanya ada ayat yang bilang begitu?

 

Di kehidupan pelayanan ini, perlukah saya tampil sempurna, flawless, untuk potret diri saya agar saya memuliakan Tuhan? Ternyata saya cuma manusia biasa yang cenderung salah dan banyak tidak mengertinya. Apa bisa saya tampil dengan Flawless Face? Bagaimana potret diri saya harus terpampang? Sebelum liburan untunglah ada rangkaian Paskah. Tuhan yang maha kuasa harusnya juga maha sakti. Tuhan yang harusnya juga mampu menciptakan rangkaian Paskah yang glowing, dengan narasi kesaktian mandraguna yang bisa menang dengan spektakuler di tiap tampilan episode, tanpa menjalani rangkaian peristiwa Paskah yang memilukan. Menang dengan jalan yang lebih indah glowing? Ternyata Tuhan menempuh jalan proses Paskah yang nampak hina dan pilu.

 

Wisata dan Paskah kemarin memberikan gabungan yang unik. Potret diri yang baik bukan yang sekedar nampak flawless. karena saya memang cuma manusia yang berdosa maka wajar kalau saya cenderung bersalah, tapi Tuhan menganugerahkan kasih yang siap mendukung saya dalam proses menjadi flawless. Potret diri yang baik ternyata potret masa demi masa di mana saya diprosesi menjadi flawless. Usaha dan energi saya harus diarahkan untuk mau terus berproses. Segala tenaga harus diarahkan untuk memperbaharui diri. Sudah saatnya tidak lagi membuang tenaga untuk sekedar menutupi kelemahan dan kekurangan, karena dulu saya pikir kharisma saya akan baik kalau saya flawless. Kemenangan Yesus di Paskah karena Yesus melewati dan menjalani proses rangkaian peristiwa itu dengan tekun, bukan dengan jaim bahwa di tiap episode Yesus menangan.

 

Potret diri saya akan indah bukan saat saya berhasil dipotret dengan tidak pernah meminta maaf, yang berarti saya selalu berhasil jadi orang benar, karena bisa jadi saat potret itu ada, orang melihat potret diri kebebalan. Potret diri saya akan indah bukan saat saya divideokan berhasil ngotot bahwa laporan keuangan saya sudah benar, potret diri yang ingin membuktikan betapa benarnya saya, padahal orang sinis melecehkan  tontonan itu. Potret diri yang indah adalah rangkaian foto momen kehidupan yang merekam banyak kekalahan saya, kelemahan saya, namun ada energi dan iman yang selalu membuat saya bisa berusaha bangkit menang atas kesalahan dan kelemahan itu. Potret diri yang bisa menang atas segala kelemahan yang melekat dan terlanjur ada dalam diri saya, siap tahu bisa sama kayak potret diri Yesus yang setia bersahaja di fragmen-fragmen Paskah.

 

(kelanjutannya.....)