14 Mei 2018

Nama Saya Muhammad

Hari kemarin itu memang dimulai dgn keenganan membawa charger HP. Rasanya saya cuma akan sebentar ke gereja lalu balik rumah lagi. 
Mungkin itu rencana Tuhan bagi saya. Saat sosmed menjadi ribut, saat telpon menjadi sering  berbunyi entah itu telpon, entah itu WA voice call, ada juga yang WA video call. Sambung menyambung rasanya. Mau tidak diterima, saya merasa ini tanggung jawab saya sebagai ketua majelis dari Gereja yang sedang jadi sorotan. Mau semuanya diterima, itu mengganggu konsentrasi saya. Mau terus pakai HP, saya juga sadar kalau saya tidak bawa charger dan charger yang saya pakai bukan tipe yang banyak dipakai.
Takut kehabisan baterai, ini yang membuat saya lebih konsentrasi untuk bisa mendampingi korban ledakan bom. Diawali dengan evakuasi semua jemaat menuju tempat yang ditunjuk polisi, membubarkan mereka, mengantar pulang beberapa jemaat. Balik ke TKP, ada lagi keluarga korban yang bingung mencari  tempat perawatan korban. Saya hanya berusaha mengantar mereka ke Rumah Sakit untuk meneduhkan hati mereka.

Memang sejuta rasa seharian itu. Ada bela rasa yang kuat untuk mendampingi keluarga korban. Ada kebingungan dengan telpon yang meminta ikut menyambut pejabat yang mau ke TKP. Sempat ada juga curiga berlebih saat ada yang minta info dengan alasan akan memberikan sumbangan. Ada juga rasa gemas saat dengar gonjang-ganjing di sosmed yang liar. Ada rasa haru yang memuncak saat mendengar empati yang tulus dari Ibu Walikota.

Melihat parahnya luka korban dan potongan logam yang berhasil di angkat  dari tubuh korban, ini bisa memicu perasaan lain yang liar. Benarkah nilai-nilai kebaikan itu telah sirna?  

Dokter yang menangani korban memang seorang teman lama yang beberapa saat lalu juga mengobati saya. "Beberapa minggu ini kondisi saya drop, baru hari ini saya merasakan kesehatan yang baik, ternyata Tuhan memberikannya sehingga saya bisa membantu korban". Tiga minggu yang lalu memang saya menjenguknya dengan pertanyaan, "Dokter juga bisa sakit ya?" Operasi yang dilakukannya adakah operasi pertama setelah beberapa saat beliau sakit. Tuhan memulihkan kesehatannya untuk menghadirkan kesehatan bagi sesamanya.

Saat duduk di ruang tunggu karena sterilisasi ruangan dalam rangka kunjungan pejabat tinggi negara, saya berbincang Ibu-ibu dari Polsek Tegalsari yang hadir memberikan perhatiannya. Kepedulian yang indah melebihi nilai dari buah-buahan yang mereka bawa. Saat ibu-ibu itu masuk, ada juga Bapak yang tidak saya kenal sebelumnya, yang menyampaikan keprihatinannya dengan bantuan dari Yayasan Hainan Peduli untuk disalurkan pada keluarga korban. 
Kalau mungkin bimbang itu pernah muncul, rasanya sirna saat melihat dan merasakan perhatian mereka-mereka ini.

Malam saat proses administrasi korban mulai dikerjakan, diperlukan banyak fotokopi beberapa berkas: Kartu BPJS, Surat Elegibilitas Pasien dan Surat keterangan. Tempat fotokopi di dalam Rumah Sakit sudah tutup, saya mencarikan di luar. Saat saya berjalan keluar dengan berkas di tangan. Saya bingung mau ke arah mana? Ke kiri atau ke kanan? Tiba-tiba ,"mau fotokopi ya?" Ada suara seorang tukang becak yang mangkal sambil menunjukkan arah toko itu. Saya ke sana, Bapak penjaga toko itu mulai memfotokopikan, ternyata mesinnya berbunyi agak keras. "Maaf ya, mesin saya rusak, di sana ada toko lain, coba ke sana saja,  tapi kalau tidak ada, datang lagi ke sini. Saya akan perbaiki mesin ini" Sikap yang sangat indah dari orang di sekitar rumah sakit ini. Saya ke toko yang ditunjukkannya, semua berkas itu difotokopi, puluhan lembar jumlahnya. Saat menanyakan jumlah yang akan dibayar, Bapak itu bertanya, "Siapa yang sakit?" 
"Ini korban bom yang tadi pagi itu, Pak"
"Sudah bapak bawa saja" Beliau menolak uang yang saya sodorkan.
"Terima kasih Pak, boleh saya tahu nama Bapak untuk saya ingat?"
"Nama saya Muhammad...."
Hati saya sangat terharu, saat bom yang dibuat dengan sarat makna pertikaian agama, ada orang yang bisa berempati dengan baik. Beliau menyampaikan empati dengan tulus yang menyiratkan ketulusan hati banyak teman dan masyarakat muslim yang saya kenal jauh sebelum model kekerasan ini merebak.

Kejadian ini menguatkan saya bahwa di luar sana, ada banyak sesama yang punya ketulusan hati. Ada banyak orang dengan kedamaian hati  yang bila terus disuarakan akan memadamkan bara perpecahan yang hendak dikobarkan. Ayo saatnya kita suarakan kedamaian dan rasa kemanusiaan kita demi Indonesia yang harus Jaya.
(kelanjutannya.....)