10 Februari 2009

Imlek Tahun Ini

Beberapa minggu ini saya benar-benar "hilang", oleh-olehnya adalah banyak hal menarik yang ingin saya ceritakan. Salah satunya adalah kejadian di seputar imlek, tapi tidak ada hubungannya dengan budaya Imlek itu sendiri. Hanya kata kunci Imlek itu yang saya pakai untuk tetap mengingatnya di benak saya.
 
Menjelang Imlek kemarin, dua keponakan saya datang dari Bondowoso, pas liburan. Saya cari-carikan jadwal untuk menonton Barongsai, ternyata ada di Golden City Mall. Kita menonton Barongsai di sana. Sementara pertunjukan berlangsung, saya agak menjauh untuk memikirkan hal-hal yang lain, sekedar melamun. Tadinya di bangku-bangku kayu yang ada, tapi kemudian terusir karena bangku-bangku itu mau dipakai untuk pertujukan. Tiba-tiba di sebelah saya ada seorang "bule" yang mengajak bicara. Bahasa Indonesianya bagus sekali. Saya kagum, jadi saya ladeni ngobrol. Namanya Elder Cowan. Saya pikir elder itu nama depan, ternyata elder itu artinya penatua. Nama depannya sama, Daniel!Dia missionary dari Gereja Mormon. Gereja yang di gerbang Tol Satelit dan di dekat AJBS jalan Ratna. Saya jadi ingat dia, ternyata dia adalah bule yang sering saya lihat bersepeda dan berdasi. Sering saya melihat dia dan baru hari itu saya tahu siapa dia sebenarnya.
 
Saya diberinya sebuah brosur. Mungkin karena kemudian saya banyak bertanya, saya diberinya buku yang lebih tebal. Alkitab tambahan Mormon, karangan Joseph Smith. Tenyata dia berdua, temannya ikut bergabung juga. Kita bercakap-cakap. Sekalian saya buat latihan bahasa Inggris. Ada kata kunci dia, yaitu exaltation. Pemuliaan. Jadi kata dia, kita bukan hanya diselamatkan tapi juga dimuliakan. Saat itu kita berbincang cukup lama, sampai dia mohon diri, mungkin mau cari "pasien" yang lain.Dia memberi nomer telpon dan meminta nomer saya. Saya beri saja.
 
Beberapa hari kemudian saya ditelpon dia, dia minta untuk bertemu. Saya sangat sibuk, jadi saya tolak. Waktu dia menelpon lagi, saya janji untuk menemui dia. Jumat yang lalu. Saya ajak dia makan siang di McD.
 
Menjelang pertemuan itu saya berpikir lama tentang apa yang akan kita bicarakan. Apa yang harus saya sampaikan dan apa yang ingin saya tanyakan.
 
Kita janji bertemu 11.30. Jam 11.20 saya sudah memasuki parkiran Mc.D. Saya lihat, ada sepeda di parkiran motor, berarti dia sudah datang.
 
KIta makan siang bersama, dia mengajak seorang teman. Mereka memang selalu berdua-dua untuk bepergian, Mungkin seperti perintah Yesus ke murid-muridnya. Saya sangat kagum pada semangat mereka. Usianya 20 tahun. Mahasiswa Utah University, jurusan Teknik Mesin. Dia menyerahkan diri untuk masuk sebagai Missionary selama dua tahun. Selama itu dia tidak boleh menikah dan punya urusan pribadi. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk pelayanan. Setelah masa itu selesai, dia balik Ke USA dan jadi orang  biasa lagi. Kalau mau jadi missionary lagi, menunggu kalau ia sudah pensiun nanti. Selama punya keluarga, dia harus konsentrasi pada keluarganya dan masuk pelayanan yang lain, yang tidak fulltime. Untuk dua tahun ini, dia harus menyerahkan uang untuk biaya kehidupan dia selama itu. Bila biaya itu kurang, gereja yang akan menambahinya.
 
Dia memang cukup offensif untuk mengajak saya. caranya memang halus dan rapi. Pasti ini hasil dari pelatihan dan persiapan sebelumnya. Dia juga harus belajar bahasa setempat dalam waktu 2 bulan penuh, 24 jam sehari. Kekaguman saya membawa saya untuk menyediakan waktu bersama dia. Saya menolak ajakan mereka, tapi saya menerima mereka sebagai teman. Kita berteman, dan saya memang berjanji untuk suatu saat datang ke gerejanya. Saya mengatakan, "kita ini dalam satu jalan raya yang sama, tapi mungkin kita berbeda lajur". Kita mengobrol tentang pelayanan bersama. Saya tahu dia selalu berusaha masuk untuk menanamkan pandangannya. Tentang pemuliaan itu, saya bilang ke dia, secara pribadi saya tidak punya keinginan apa-apa, Juga seandainyapun saya tidak masuk surga, tidak ada masalah apa-apa bagi saya. Saya hanya hamba. Saya sering keluar kota, saat saya di luar kota, saya berusaha beli oleh-oleh untuk anak saya, walaupun anak saya tidak minta. Dulu, waktu di pesawat masih dapat roti, saya sering bawa itu sebagai oleh-oleh yang gratis. Kalau saya yang berdosa ini tahu dan ingin memberi buat anak saya, terlebih lagi Tuhan yang Maha segalanya itu. Surga dan kemuliaan itu sepenuhnya hak Allah. Saya lihat matanya berkaca-kaca saat saya omongkan hal itu.
 
Menjelang akhir pertemuan itu, dia mungkin meluncurkan jurus terakhirnya. Dia meminta saya untuk berjanji membaca kitab mormon itu dan berdoa agar suatu saat saya menemukan kebenaran itu. Saya salut. anak ini hebat dan pembuat sistemnya juga hebat. Saya jawab dia,
"My friend, how old are you?"
"Twenty years old"
"I am forty"
"I already decided my faith when I was as young as you, If now, you asked me to set back to this point. It means I should set back to my zero point again, I waste my life. We are on the same highhway but different lane. God will show everything that I need to know."
 
Pertemuan hari itu membuat saya kagum akan semangat dia, juga pada sistem yang mereka punyai. Ketika kita punya talenta mungkin kita bisa menjadi bintang, Tetapi ketika kita mempunyai sistem, kita bisa membuat bintang-bintang dari batu-batu.
 
Salam,
Daniel T. Hage
 
 
 
 
(kelanjutannya.....)